JAKARTA, KOMPAS.TV - Penemuan Candi Borobudur dari keruntuhan tidak terjadi dalam waktu singkat. Kisahnya terentang hingga ratusan tahun ke belakang. Soekmono, ahli purbakala dari Universitas Indonesia (UI) yang juga pernah menjabat Kepala Proyek Pelita Pemugaran Candi Borobudur, menulis buku berjudul "Candi Borobudur" pada 1976.
Buku tersebut merupakan catatan penemuan dan pemugaran Borobudur yang diterbitkan oleh Unesco dalam bahasa Inggris.
Dalam buku ilmiah namun ditulis dalam bahasa populer itu, Soekmono menjelaskan awal mula Borobudur ditemukan. Sebelum dipugar, candi ini diselimuti oleh kisah dan cerita angker. Dalam Babad Tanah Jawi, misalnya, disebutkan bukit di sekitar Borobudur sering mendatangkan malapetaka. Salah satunya menimpa seorang pemberontak kerajaan Mataram pada tahun 1709.
"Bukit itu dikepung dan si pemberontak dapat ditumpas. Sebagai tawanan ia diangkut menghadap raja, untuk kemudian menjalani hukuman mati," begitu yang tercatat dalam buku itu.
Sementara Babad Mataram punya kisah lain lagi. Dalam babad ini diceritakan seorang pangeran dari Keraton Jogjakarta yang tidak mengindahkan larangan untuk mendatangi Borobudur. Pada tahun 1757 sang pangeran pun pergi dan mengunjungi "Satrya dalam kurungan", yaitu arca Buddha yang terdapat dalam stupa di puncak Candi. Akibatnya, sekembali dari Borobudur dia sakit dan esoknya meninggal dunia.
Baca Juga: Tiket Masuk ke Borobudur untuk Pelajar Rp5.000, Rp 750 Ribu Sampai ke Puncak
Ketika Sir Thomas Raffles datang ke Jawa, dia memberi perhatian pada berbagai candi yang ada. Saat Gubernur Jenderal Inggris ini melawat ke Semarang pada 1814, dia diberitahu tentang sebuah candi bernama Borobudur. Namun Raffles tidak sempat melihat, dia pun hanya mengirimkan seorang utusan bernama Cornelius.
Ketika tiba di candi, Cornelius mengerahkan 200 penduduk untuk membersihkan semak-semak sekitar candi dan menyingkirkan batu-batu yang ada.
Kegiatan Cornelius atas perintah Raffles ini, kata Soekmono, memiliki dua dampak besar. Pertama, masyarakat sekitar yang semula memandang Borobudur dengan rasa angker dan selubung tahayul, kini berubah. Mereka memandang candi itu sebagai sumber batu-batuan bahan bangunan yang melimpah.
Kedua, mulai timbul rasa ingin tahu dari para pejabat setempat. Misalnya Residen Kedu Hartman yang begitu tertarik pada Borobudur sehingga membersihkan dari berbagai penghalang pemandangan.
"Sayang sekali bahwa Hatrman tidak pernah membuat laporan dari segala kegiatannya itu," kata Soekmono.
Baca Juga: Heboh Tarif Naik Candi Borobudur Rp750 Ribu, Luhut Tegaskan Belum Final dan Masih Dapat Turun
Berkembang cerita di tengah masyarakat bahwa Hartman menemukan arca Buddha dalam stupa induk. Namun karena tidak tercatat, hanya jadi bahan perdebatan para ahli belaka. Berkembang pula cerita bahwa ada stupa yang sengaja ditaruh oleh Bupati Magelang agar Residen Belanda itu dapat merasa puas menemukan sesuatu dalam penyelidikanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.