JAKARTA, KOMPAS.TV — Sejarawan menilai kebijakan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang membolehkan keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) mendaftar sebagai anggota TNI merupakan keputusan yang sangat positif.
Asvi Warman Adam menilai positif lantaran berdasarkan sejarah, larangan tersebut benar adanya. Bahkan pemerintah tercatat pernah melarang korban 1965 hingga kelompok Tionghoa untuk berpartisipasi menjadi abdi negara baik itu anggota TNI juga Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Nah sekarang dihilangkan. Ini sesuatu yang menurut saya sangat sangat positif. Bahkan, seharusnya sudah dari dulu. Tahun 2004 itu MK sudah melakukan judicial review dan menghapuskan pasal di UU Pemilu 2003 tentang larangan bagi mereka yang terlibat G30S untuk dipilih dan memilih," kata Asvi Warman dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Jumat (1/4/2022).
Ia menerangkan, sebelum akhirnya dihilangkan, larangan tersebut pernah ada berdasarkan instruksi menteri dalam negeri tahun 1981. Menurutnya, instruksi tersebut tidak pernah dicabut meskipun dalam praktiknya sudah diabaikan.
Salah satu kebijakan yang sangat besar pengaruhnya dalam mendiskreditkan mereka yang terlibat dalam G30S dan keturunannya menjadi TNI adalah penelitian khusus (Litsus).
"Semasa orde baru juga diperlakukan Litsus bagi pegawai negeri juga tentara atau TNI untuk kenaikan pangkat. Mereka dicek dulu ada keturunan (PKI atau tidak), bahkan bagi TNI yang mau ke luar negeri pun dikenai Litsus. Mereka dicek apakah mereka pernah mempunyai hubungan darah dengan anggota PKI atau yg terlibat G30S," terang Asvi Warman.
Baca Juga: Keturunan PKI Boleh Daftar TNI: Keputusan Panglima Andika Diharapkan Akhiri Diskriminasi
Ia menyebut, salah satu korban dalam kebijakan Litsus di lingkungan TNI masa orde baru adalah Gita Ardjakusuma, seorang kapten di Angkatan Laut (AL).
Menurut paparannya, Gita Ardjakusuma terpaksa beralih karir ke Pelayaran Nasional lantaran Ayahnya, Letnan Kolonel (Udara) Ahmad Sueb Ardjakusuma yang dipenjara usai menjemput dr. Subandrio dari Medan ke Jakarta pada 2 Oktober 1965.
Meski disingkirkan dari TNI AL, lanjut Asvi, Gita Ardjakusuma membuktikan prestasinya dengan menjadi Nahkoda Kapal Phinisi Nusantara dari Indonesia ke Kanada tahun 1986.
"Ini prestasi dari orang yang tersingkir di AL hanya karena Litsus. Karena ayahnya yang terlibat G30S, padahal hanya menjemput dr.Subandrio dari Medan ke Jakarta jadi dampaknya sangat luar biasa," paparnya.
Ia menilai, di masa reformasi ini sudah seharusnya peluang menjadi abdi negara baik itu TNI dan PNS bisa dibuka lebar kesempatannya bagi semua pihak dan semua golongan.
"Tapi setelah era reformasi ini seharusnya bisa dibuka lebar kesempatan bagi semua pihak semua golongan untuk menyumbangkan tenaganya untuk Indonesia," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa memutuskan mengizinkan keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) boleh mendaftarkan diri dalam proses seleksi penerimaan prajurit TNI.
Demikian hal itu ditegaskan Jenderal Andika Perkasa dalam rapat penerimaan prajurit TNI Tahun Anggaran 2022.
Hal itu bermula dari prajurit TNI yang memaparkan soal penilaian yang membuat calon anggota tentara gugur, yakni soal keturunan dari pelaku 65-66 dengan menyebut landasannya adalah TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966.
Lantas, Andika lalu meminta anggota TNI itu untuk menyebut isi TAP MPRS itu. Ia mempertanyakan apa yang dilarang berdasarkan TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tersebut.
"Yang dilarang dalam TAP MPRS nomor 25, satu Komunisme, ajaran Komunisme, organisasi komunis maupun organisasi underbow komunis tahun 65," ujar anggota itu.
Menanggapi pernyataan itu, Jenderal Andika kemudian meminta anak buahnya itu mengakses internet untuk mencari tahu sebenarnya TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966.
"Yakin ini? cari, buka internet sekarang. Yang lain saya kasih tahu nih, TAP MPRS nomor 25 tahun 66. Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang, tidak ada kata-kata underbow segala macam," ujar Jenderal Andika.
"Menyatakan Komunisme, Leninisme, Marxisme sebagai ajaran terlarang. Itu isinya."
Menurut Jenderal Andika, jika melarang sesuatu harus mempunyai dasar hukumnya. Ia karena itu mempertanyakan dasar hukum pelarangan dari keturunan PKI.
"Ini adalah dasar hukum, ini legal, tapi tadi yang dilarang itu PKI. Kedua adalah ajaran komunisme Marxisme, Leninisme. Itu yang tertulis. Keturunan ini apa dasar hukum, apa yang dilanggar sama dia?" kata Andika.
Kemudian, salah satu peserta rapat di ruangan tersebut mengatakan tidak ada hal yang dilanggar.
"Jadi jangan kita mengada-ngada. Saya orang yang patuh perundangan, ingat ini. Kalau kita melarang pastikan kita punya dasar hukum," ucap Andika.
"Zaman saya tidak ada lagi, keturunan dari apa, tidak. Karena apa? Saya gunakan dasar hukum. Oke, hilang nomor 4."
Baca Juga: Komnas HAM Apresiasi Jenderal Andika Bolehkan Keturunan PKI Jadi Prajurit TNI
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.