JAKARTA, KOMPAS.TV - Kejadian luar biasa wabah Virus SARS-CoV-2 atau Covid-19 di Kota Wuhan, Hubei, Tiongkok pada 31 Desember 2019 hingga awal 2020 masih lekat diingatan.
Dalam tayangan televisi terlihat orang-orang mendadak jatuh sakit di jalan. Banyak pula video yang memperlihatkan bagaimana mencekamnya suasana rumah sakit di Kota Wuhan kala itu.
Korban-korban berjatuhan, tak sedikit yang dilaporkan meninggal dunia. Tenaga kesehatan juga kewalahan dengan penyebaran virus yang sangat cepat.
Berdasarkan klasifikasinya, Covid-19 dikategorikan mirip dengan wabah SARS pada 2002 dan MERS 2012, tetapi dengan tingkat penularan yang lebih tinggi dan mampu menginfeksi manusia dengan cepat.
Gawatnya, Covid-19 menyebar melalui percikan pernapasan (droplet) yang dihasilkan selama batuk.
Setelah Wuhan, kasus positif Covid-19 mulai terkonfirmasi di Thailand, Hongkong, Jepang, Vietnam, Singapura, Korea Selatan, Amerika lalu menyebar ke berbagai negara termasuk Indonesia.
Tak ada yang menyangka, pandemi Covid-19 akan mengubah gaya hidup, ekonomi, pendidikan dan elemen-elemen krusial lainnya untuk waktu yang lama.
Covid-19 pertama kali dideteksi di Indonesia pada 2 Maret 2020 dari dua orang yang terkonfirmasi tertular dari seorang warga negara Jepang.
Keadaan menjadi genting di sebagian besar dunia hingga akhirnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan pandemi Covid-19 pada 11 Maret 2021.
Kini, 2 tahun sudah pandemi Covid-19 melanda dunia. Segala upaya dilakukan pemerintah dan institusi kesehatan untuk melindungi warganya mulai dari pengadaan masker, tes swab Covid-19, vaksinasi hingga booster.
Namun, virus itu belum juga musnah, bermutasi setidaknya menjadi beberapa varian di antaranya Alpha (B.1.1.7), Beta (B.1.351), Gamma (B.1.352), Delta (B.1.617.2), Epsilon (B.1.427/B.1.429), Zeta, Eta (B.1.525), Theta, Lota (B.1.526), Kappa (B.1.617.1), dan Omicron.
Hingga Februari 2022, dua varian Covid-19 Delta dan Omicron disebut paling mendominasi pandemi di beberapa negara termasuk Indonesia.
Omicron disebut-sebut sebagai varian yang gejalanya lebih ringan daripada varian Delta. Benarkah demikian?
Berikut beberapa informasi yang harus Anda ketahui mengenai varian Covid-19 Delta dan Omicron, melansir dari berbagai sumber.
Samuel Alizon dari Center for Interdisipliner Research in Biology (CIRB) Perancis mengemukakan bahwa dari hasil studi, penularan Omicron sekitar 105 persen daripada Delta.
“Kami memperkirakan keunggulan transmisi (penularan) varian Omicron dibandingkan varian Delta lebih dari 105 persen,” ujar Samuel.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menjelaskan bahwa peningkatan penularan Omicron dapat disebabkan oleh kemampuan varian untuk menghindari sistem kekebalan.
Selain itu, faktor lain yang menyebabkan Omicron lebih menular daripada Delta adalah masa inkubasi.
Diketahui, masa inkubasi Delta adalah 5 hari sementara Omicron hanya 3 hari sehingga tidak ada cukup waktu untuk pencegahan.
Lalu, apakah ada perbedaan gejala Omicron dan Delta? Mana yang lebih parah?
Baik gejala Omicron maupun Delta tidak memiliki perbedaan yang terlalu jauh mengingat mereka masih jenis Covid-19.
Menurut ahli epidemiologi genetik Tim Spector di King’s College London, gejala Delta paling sering dikeluhkan adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, dan pilek. Sementara itu, demam, batuk, dan kehilangan penciuman dilaporkan lebih jarang.
Di lain sisi, gejala Omicron, keluhan yang paling sering muncul adalah pilek, sakit kepala, kelelahan, bersin, dan sakit tenggorokan.
Secara keseluruhan, analisis Tim Spector menemukan tidak ada perbedaan yang jelas dalam gejala Delta dan Omicron.
Berikut gejala Covid-19 pada umumnya, berdasarkan CDC.
Gejala varian Delta sebenarnya sama dengan Covid-19 versi asli, namun dokter melihat varian Delta membuat orang lebih cepat sakit, terutama bagi orang yang lebih muda, tidak divaksinasi dan memiliki komorbid.
Penelitian terbaru menemukan bahwa varian Delta berkembang lebih cepat di saluran pernapasan.
Dokter Kesehatan UC Davis telah mencatat bahwa sejumlah pasien yang tidak divaksinasi dan memiliki komorbid lebih parah dari yang sudah divaksin.
Gejala Omicron tidak separah varian Delta maupun varian yang sebelumnya, tapi bagi lansia, dan orang yang belum divaksin serta memiliki komorbid, tetap berpotensi sakit yang parah hingga bisa berujung kematian.
Peter Ching-Hong dari University of California mengatakan orang yang tidak divaksinasi akan bergejala selama lima hari atau lebih.
Namun mereka yang menerima vaksin lengkap hanya punya gejala 1-2 hari.
Melansir UC Davis Health, orang yang divaksinasi tidak menunjukkan gejala atau memiliki gejala yang sangat ringan saat mereka terjangkit varian Delta.
Gejala yang sering muncul mirip dengan flu biasa, seperti batuk, demam atau sakit kepala, dengan tambahan kehilangan penciuman yang signifikan.
Orang yang tidak divaksin juga tidak tertutup memiliki kemungkinan mengalami gejala yang lebih parah seperti kesulitan bernapas dan sesak napas.
Menurut laporan dari Indiatimes, sakit kepala, pilek, nyeri sendi, sakit tenggorokan adalah beberapa gejala umum yang dilaporkan pasien Omocron yang divaksinasi lengkap.
Newsweek melaporkan, jarang ada pasien Omicron yang sudah vaksin booster mengalami kesulitan bernapas atau napas pendek.
Gejalanya hanya menimbulkan rasa tidak nyaman, namun tidak sampai mengganggu seperti varian lain.
Gejala Omicron setelah vaksin booster yang paling parah biasanya disertai demam atau sedikit pegal-pegal di badan.
Meskipun varian Covid-19 dapat berbeda dalam tingkat keparahan, penularan, dan gejalanya, semua masih merupakan virus SARS-CoV-2.
Artinya, baik Delta maupun Omicron, tindakan pencegahan utama tetap melakukan vaksin, memakai masker, jaga jarak, dan protokol kesehatan lainnya.
Kendati Omicron disebut lebih ringan dari Delta, ahli tetap menyarankan untuk selalu berhati-hati.
“Sementara Omicron tampaknya kurang parah dibandingkan dengan Delta, terutama pada mereka yang divaksinasi, itu tidak berarti harus dikategorikan sebagai ‘ ringan,’” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, PhD, dikutip dari Health.
“Sama seperti varian (Covid-19) sebelumnya, Omicron tetap bisa membuat orang masuk rumah sakit, dan menyebabkan kematian,” ujarnya.
Sumber : Health, Kominfo Jatimprov, Indiatimes
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.