JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam pidato Dies Natalis Ke-76 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada Rabu (2/2/2022), menyebut moralitas bisa menjadi pencegah korupsi yang terus menggejala di kalangan elit bangsa.
Ia menilai, ketika berbicara soal moralitas, maka itu berbicara sesuatu yang tidak bisa dikontrol oleh sistem yang dalam bahasa Haedar bisa diakali atau dimanipulasi sedemikian rupa.
Maka dari itu, moralitas menjadi penting karena bisa jadi alat untuk tindakan menyimpang seperti korupsi.
Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu lantas menyebut, moralitas itu bahkan bisa jadi di atas hukum yang terkadang bagi orang yang hendak korupsi bisa jadi sistem itu diakali atau semacamnya.
“Maka tidak heran para sufi menyebut hakikat dan makrifat di atas syariat. Atau adagium, moral di atas hukum,” katanya seperti dikutip KOMPAS TV dari situs resmi Muhammadiyah, Kamis (3/2).
Sehingga, kata dia, hidup tidak lagi sekadar bersandar pada formalitas yang dapat dimanipulasi.
“Hukum bekerja dengan logika-logika objektivitas tetapi moralitas meskipun sering dipandang luhur dan tinggi, hidupnya ada dalam jiwa, batin, dan keyakinan. Moralitas dan etika itu hidup di dalam sikap batin dan keyakinan orang, biarpun dalam relasi luar terkait dengan sumber nilai dalam hukum negara, hukum agama, dan hukum adat istiadat,” terangnya.
Sebab di atas kepatutan legal, kata dia terdapat kepantasan moral dan kelaziman sosial.
Karenanya, jika ada peluang melakukan korupsi dengan membuat-buat peraturan agar tampak legal tetapi memilih untuk tidak melakukannya, maka menempatkan moral menjadi krusial sebagai alat pencegah diri berbuat korupsi.
“Ketika kita memiliki peluang untuk menyimpan, untuk korupsi, dan peluang itu tidak diketahui orang banyak, sistempun bisa diakali, apakah kita masih punya keberanian moral untuk tidak korupsi, tidak menyimpang, tidak menyeleweng, dan tidak sewenang-wenang. Jika tidak melakukan itu, di situlah letak keluhuran moral,” ungkapnya.
Baca Juga: Muhammadiyah Resmi Diakui di Amerika, Siap Berkolaborasi Berbagai Lembaga Asing
Menurutnya, nilai-nilai moral yang tumbuh dari agama dan budaya luhur lalu mengakar dalam batin dan sanubari bangsa harus diletakkan di atas aturan-aturan yang serba praktis.
Bila ranah publik dan kehidupan lebih banyak dikontrol nilai pragmatisme dan oportunisme tanpa dibingkai nilai-nilai ideal, menurutnya, maka hukum yang serba formal dapat dimanipulasi untuk kepentingan-kepentingan praktis.
“Akibatnya, banyak orang merasa boleh bertindak apapun demi meraih keinginan dan tujuan pribadi maupun kroni,” tambahnya.
Baca Juga: Mengenang Abdul Karim Oei, Tokoh Muhammadiyah Kawan Seperjuangan Bung Karno
Kata dia, peraturan secanggih apapun barangkali dapat diakali oleh mereka yang memang sudah berniat untuk korupsi.
Haedar menegaskan bila nilai-nilai kepantasan, kelaziman, dan hal-hal yang menyangkut nilai keadaban diletakkan di atas hal-hal yang serba praktis dan pragmatis, di situlah letak keluhuran moral.
Haedar berpesan agar kepada warga dan elit bangsa agar menempatkan moral di atas hukum dengan komitmen yang kuat.
“Kita bicara tentang moral dan moralitas itu bicara tentang sesuatu yang abstrak dan luhur tetapi sesungguhnya sangat bernilai hanya implementasinya memerlukan komitmen kita semua yang muaranya pada batin dan akal budi,” tuturnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.