JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga meminta kepada pihak berwajib dalam hal ini Propam Polda Jatim untuk mengusut tuntas kematian mahasiswi NWR.
Kata Bintang, kasus yang menimpa NWR adalah bentuk dating violence atau Kekerasan Dalam Berpacaran (KDB).
Kekerasan dalam pacaran, lanjutnya, adalah suatu tindakan yang dapat merugikan salah satu pihak dan berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu.
KDB juga termasuk dalam bentuk pemaksaan atau perampasan kemerdekaan hak secara sewenang-wenang kepada seseorang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.
"Setiap bentuk kekerasan adalah pelanggaran HAM," kata Bintang melalui keterangan tertulisnya, Minggu (5/12/2021).
Dalam keterang sama, Bintang juga menyatakan ungkapan duka cita yang mendalam atas kasus yang menimpa almarhumah NWR, mahasiswi Universitas Brawijaya Malang itu.
Baca Juga: Update Kasus Mahasiswi NWR: Reaksi Kapolri hingga Pelaku Ditahan, Dijerat Pasal Aborsi, dan Dipecat
Bintang mengaku bisa membayangkan beban mental yang ditanggung oleh korban dan keluarganya. Oleh karena itu, tambah Bintang, sudah sepantasnya semua memberikan rasa empati yang besar pada korban dan keluarganya dan berpihak pada korban.
"Kami mendukung langkah cepat dari Bapak Kapolri dan semua jajarannya khususnya terhadap Kepolisian Daerah Jawa Timur dan berharap agar kasus ini dapat diselesaikan sesuai hukum yang berlaku," kata Bintang.
Ia mendukung proses hukum yang dikanakan kapada pelaku, Bripda Randy Bagus (RB), sesuai peraturan peundang-undangan yang berlaku.
Dalam pandangan Bintang, perbuatan palaku bertentangan dengan Pasal 354 KUHP terdiri dari ayat (1), dan ayat (2) yang mengatur intinya bahwa jika penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, diancam pidana penjara paling lama 12 tahun, namun jika mengakibatkan kematian, maka diancam pidana penjara paling lama 15 tahun Jo Pasal 285 KUHP jo Pasal 75 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Pasal tersebut mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi. Sanksi pidana bagi pelaku aborsi paling lama 10 tahun.
Hal itu diatur dalam Pasal 194 UU Kesehatan yang berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Baca Juga: Resmi! Bripda Randy Ditetapkan Sebagai Tersangka Terkait Kasus NWS
Ia menambahkan, selama ini Kemen PPPA gencar menyuarakan dan menolak segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kasus NRW, menurutnya, harus menyadarkan dan memicu semua orang untuk lebih aktif melakukan pencegahan agar tidak timbul lagi korban.
"Kami juga berpesan kepada seluruh perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan, kalian bisa melapor ke layanan dan penjangkauan korban di SAPA 129 atau bisa menghubungi Call Centre 08111-129-129 agar segera mendapatkan pertolongan," ujar Bintang.
Kasus meninggalnya seorang mahasiswi Novia Widyasari atau NWR (23) lantaran bunuh diri ramai menjadi perbincangan publik belakangan ini.
Jasad NWR ditemukan meninggal tepat di pusara ayahnya di pemakaman umum Desa Japan, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (2/12/2021) sekitar pukul 15.30 WIB.
Korban meninggal bunuh diri diduga karena meminum racun. Belakangan diketahui bahwa penyebab NWR mengakhiri hidupnya adalah karena mengalami tekanan mental atau depresi.
NWR diketahui juga memiliki hubungan asmara dengan seorang anggota Polres Pasuruan, Bripda Randy Bagus.
Baca Juga: Polri Pecat Tidak Hormat Bripda Randy Bagus Kekasih Wanita yang Bunuh Diri di Makam Ayah
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.