JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengakui banyak pihak kaget karena anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) ditangkap atas dugaan terlibat dalam jaringan kelompok terorisme.
Namun demikian, menurutnya reaksi dan kontroversi atas penangkapan tersebut terlalu berlebihan.
Adapun reaksi berlebihan yang dimaksud di antaranya adalah adanya tudingan bahwa MUI menjadi tempat persemayaman terorisme sehingga harus dibubarkan.
“Ya memang kita dibuat kaget ya dengan peristiwa penangkapan tiga teroris yang di antaranya ada yang merupakan oknum MUI,” kata Mahfud dikutip dari tayangan YouTube Kemenko Polhukam, Sabtu (20/11/2021).
“Kita semua kaget, masak di MUI ada begitu,” sambung dia.
“Namun harus diakui kita over reaction, terlalu berlebihan reaksi, kontroversinya juga berlebihan,” tutur dia.
Baca juga: Farid Okbah cs Disangka Pasal Pendanaan Terorisme, Tak Main-main Ancaman sampai 15 Tahun Penjara
Ia menerangkan bahwa pemerintah melakukan penelusuran ke berbagai tempat, tidak hanya di MUI.
“Di tempat lain juga banyak, orang begitu ada di mana-mana, dan harus kita atasi bersama,” katanya.
Mahfud menilai, isu pembubaran MUI pasca-salah satu anggotanya diduga terlibat dengan jaringan terorisme itu berlebihan.
Sebab, MUI merupakan perkumpulan ulama dan cendekiawan Muslim yang selalu memberi masukan kepada pemerintah untuk membangun kehidupan yang lebih Islami sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila.
Selain itu, lanjut Mahfud, meski bukan lembaga negara, tapi berdasarkan undang-undang, ada berbagai fungsi yang melekat pada MUI dan membuat lembaga itu tidak bisa begitu saja dibubarkan.
“Ada Undang-Undang Jaminan Produk Halal, itu perlu MUI. Ada Undang-Undang Perbankan Syariah, itu juga menyebut harus ada MUI-nya,” jelas dia.
Baca juga: Jubir Wapres Sebut MUI Tidak Bisa Dibubarkan Hanya karena Ada Oknum yang Diduga Terlibat Terorisme
Mahfud juga menyampaikan reaksi berlebihan selanjutnya justru ditujukan pada pemerintah. Ada pihak-pihak yang menilai Densus 88 Antiteror serampangan dalam melakukan penangkapan dan pemerintah tidak punya hubungan baik dengan MUI.
“Seakan-akan digambarkan pemerintah sedang bersitegang dengan Majelis Ulama, tidaklah,” tegas dia.
Sebaliknya, pemerintah selalu berkomunikasi dengan MUI dan sepakat untuk melawan terorisme. Mahfud mengungkapkan bahwa Densus 88 Antiteror tidak akan menangkap sembarangan, karena terduga teroris pasti sudah dibuntuti sejak lama
“Sebelum buktinya cukup kuat tidak boleh menangkap teroris itu, karena UU Nomor 5 Tahun 2018 itu hukum khusus untuk terorisme dengan treatment-treatment khusus juga tidak boleh sembarangan,” paparnya.
Terakhir, Mahfud meminta semua pihak untuk menghargai proses hukum yang sedang berjalan dan bersikap proporsional.
“Yang penting mari kita bekerja dengan baik semuanya, untuk menjaga keamanan negara ini,” pungkas dia.
Baca juga: Jubir Wapres: Tuntutan Pembubaran MUI karena Ada Pengurus Terlibat Terorisme, Tidak Relevan!
Diketahui, Selasa (16/11/2021), Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror menangkap anggota Komisi Fatwa MUI, Ahmad Zain An-Najah.
Ia ditangkap karena diduga terlibat dengan jaringan kelompok terorisme.
Polisi menyebutkan, Zain An-Najah adalah anggota Dewan Syura Jamaah Islamiyah (JI) serta Ketua Dewan Syariah Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Abdurrahman bin Auf (BM ABA).
Densus 88 Antiteror juga menangkap dua orang lainnya, yaitu Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI) Farid Okbah dan pendiri lembaga bantuan hukum (LBH) Perisai Nusantara Esa, Anung Al Hamad.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono mengatakan, penangkapan ketiganya merupakan hasil profiling dan pemantauan sejak 2019
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.