2. Adanya Kebijakan pendampingan saat anak melakukan proses penyidikan
Lebih lanjut salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHKI) ini juga menjelaskan bahwa penyidikan dengan pendekatan perspektif korban akan menekankan kepentingan terbaik bagi anak.
Artinya, segala prosedur yang dilakukan harus mengutamakan kepentingan korban. Seperti misalnya, saat korban kekerasan seksual anak akan menjalani pemeriksaan untuk kepentingan penyidikan, maka harus didampingi setidaknya oleh seorang advokat atau psikolog serta psikiater.
"Intinya pendekatannya itu harus menekankan kepentingan terbaik anak dalam arti dia misalnya, harus tetap mengikuti prosedur sebagai korban," ujarnya.
Pendampingan tersebut menjadi penting karena selain mengedepankan kepentingan korban juga akan membantu anak saat menjawab pertanyaan penyidikan.
3. Pertanyaan penyidikan untuk anak-anak akan berbeda dengan orang dewasa
Bivitri juga mengingatkan bahwa seharusnya pertanyaan terhadap anak-anak dan orang dewasa tidak disamakan.
"Sehingga pertanyaannya, Bapak kamu kemarin ngapain? Itu pendekatannya tidak bisa seperti itu, (tidak) seperti kita bertanya kepada orang dewasa," kata Bivitri.
Menurut catatannya, anak-anak akan cenderung sulit menjawab lantaran soal pelecehan atau pemerkosaan belum masuk pada konstruksi pemikirannya.
"Bagi anak dalam catatan kami untuk mengenali saya telah dilecehkan atau saya pernah diperkosa itu belum terlalu masuk dalam konstruksi pemikiran anak-anak," ucapnya.
Dalam hal ini, jika dalam proses penyidikan maka orang yang perlu melakukan prosedur dengan perspektif korban adalah otoritas kepolisian.
"Jadi dengan cara itulah, seharusnya prosedur penanganan perkara kekerasan seksual dijalani," katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.