KOMPAS.TV - Pertanyaan yang mengejutkan. Dari mana ada indikasi tindak pidana? Apakah ini fakta yang serius, bagaimana jika tidak ada tindak lanjutnya?
Pertanyaan lanjutan yang belum tahu jawabannya. Tetapi saya ingin mulai pada pertanyaan judul di atas. Bermula dari temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Dalam temuannya yang dipublikasikan pada 21 Agustus 2021 lalu, Ombudsman menyatakan ada sejumlah temuan pelanggaran berupa maladministrasi pada Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK.
Tiga Temuan Besar Ombudsman
Ombudsman membaginya ke dalam 3 kelompok besar; Pertama, pembentukan tes. Dari sini ditemukan ide TWK disisipkan pada saat-saat terakhir dan tidak diinformasikan kepada pegawai yang menjadi subyek tes.
Kedua, saat pelaksanaan tes. Tes dilakukan pada 9 Maret 2021. Namun, ada yang menarik dari temuan Ombudsman, yakni pelaksana tes Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), MoU alias kesepakatan pada 26 April 2021 untuk menjadi dasar anggaran dan sebagainya.
Meski demikian MoU ditandatangani pada 27 Januari 2021 alias mundur tiga bulan. Di sinilah muncul pertanyaan besar, mengapa kejadian sesungguhnya dimundurkan 3 bulan alias Backdate.
"Kemudian kontrak swakelola ditandatangani pada 26 April 2021. Namun, dibuat dengan tanggal mundur menjadi 27 Januari 2021. ORI berpendapat BKN dan KPK melakukan penyimpangan prosedur terhadap hal itu," kata Robert.
Selain itu, KPK dan BKN melaksanakan penilaian TWK pada 9 Maret 2021, sebelum adanya penandatanganan nota kesepahaman dan kontrak swakelola.
"Bisa dibayangkan jika barang ditandatangan pada April, dimundur ke Januari, kegiatan dilaksanakan di Maret. Ini penyimpangan prosedur yang cukup serius dalam tata kelola administrasi suatu lembaga dan mungkin juga terkait masalah hukum," kata Robert dalam keterangan resmi temuan Ombudsman yang disampaikan dalam konferensi pers daring pada 21 Juli 2021.
Ketiga, soal tindak lanjut pasca tes. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2019 disebutkan, Peralihan Status Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak boleh merugikan hak Pegawai KPK. Sementara Peraturan KPK (Perkom) Nomor 1 tahun 2021 menyebutkan tidak ada konsekuensi apapun pasca TWK KPK.
Meski demikian muncul peraturan baru, yakni surat keputusan KPK Nomor 625 Tahun 2021, isinya membebastugaskan 75 Pegawai yang tak lulus TWK. Ini tentu bertentangan dengan 2 peraturan bahkan putusan MK yang final dan mengikat.
Apa Kata KPK & BKN?
Atas hal ini, pihak KPK dan BKN belum berkomentar. Meski Juru Bicara KPK, Ali Fikri, sempat menyampaikan bahwa ada hasil dari Dewan Pengawas KPK soal yang sama Tes Wawasan Kebangsaan. Bahwa tidak ada kode etik yang dilanggar Pimpinan KPK soal penyelenggaraan TWK.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengungkap hasil pemeriksaan Dewan Pengawas (Dewas) terkait pengaduan atas dugaan pelanggaran etik oleh Pimpinan KPK dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pada proses pengalihan status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Dari hasil pemeriksaan tersebut, Dewas menegaskan bahwa dalam proses dan pelaksanaan TWK tidak ada unsur kode etik yang dilanggar," ujar Ali lewat keterangannya kepada wartawan, Selasa (26/7) lima hari setelah pengumuman Ombudsman RI.
Pendapat Dewas KPK Soal Temuan Ombudsman
Saya mencoba mewawancarai salah satu anggota Dewas KPK, Albertina Ho, dalam program AIMAN yang tayang setiap Senin pukul 8 malam di Kompas TV.
"Bukan tidak melanggar kode etik, tetapi tidak cukup bukti" Kata Albertina yang kerap dikenal sebagai sosok Hakim berintegritas kepada saya.
Dewas KPK selain menerima laporan juga mencari fakta, dan tidak ditemukan adanya cukup bukti untuk melanjutkan dugaan pelaporan pegawai KPK lebih lanjut ke persidangan etik Dewas KPK.
Soal adanya temuan Ombudsman ada pernyataan yang mengejutkan dari Dewas KPK.
Saat saya menanyakan apakah ada tanggal mundur yang dilakukan dari proses TWK antara KPK dan BKN?
"Memang ada tanggal mundur. (Namun) Dewas tidak punya kewenangan ini sah atau tidak." kata Albertina. "Jadi Dewas mengakui bahwa memang ada tanggal mundur?" tanya saya kembali.
"Tanggal mundur memang ada" jawab Albertina kembali.
Lalu apa konsekuensi dari tanggal mundur ini?
Pakar Perundang-Undangan yang juga Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Aan Eko Widiarto, yang saya wawancara, melihat dari laporan hasil pemeriksaan (LHP) terhadap pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dirilis Ombudsman Republik Indonesia (ORI), ada beberapa tata cara yang melawan hukum.
Namun, untuk membuktikan ada tidaknya pelanggaran pidana, harus dibuktikan dua hal, yakni niat jahat (mens rea) serta perbuatan yang dilarang oleh undang-undang.
”Kalau dilihat dari prinsip adanya perbuatan yang dilarang dan ada niat jahat dari tindakan itu, maka kalau ada dua alat bukti yang cukup, ya, itu indikasi pidananya kuat,” ujar Aan.
Temuan ini memang masih harus ditindaklanjuti. Pihak Ombudsman tentu memiliki bukti - bukti atas laporan hasil pemeriksaannya. Sebaliknya, Pihak KPK dan BKN juga harus memiliki jawaban yang mumpuni untuk menjelaskan apa yang terjadi.
Tak boleh hasil ini dibiarkan bagaikan angin lalu. Ini bukan soal segelintir mereka yang tersingkir. Ini soal bagaimana negara dikelola bukan dengan kepentingan - kepentingan sesaat yang sesuai dengan selera.
Bukankah semangat perbaikan negara ini dibangun dengan sistem, bukan atas dasar suka - suka dan kelompok bersama. Dengan demikian siapa pun pemimpinnya, negara akan tegak dan tegar berdiri kokoh Indonesia Raya.
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.