JAKARTA, KOMPAS.TV- Indonesia Corruption Watch menilai vaksinasi Covid-19 memang sudah ditarget untuk menjadi lahan bisnis.
Pernyataan itu disampaikan Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulis, Selasa (13/7/2021).
“Sejak mula, vaksinasi memang sudah ditargetkan untuk menjadi lahan bisnis. Vaksinasi berbayar bagi individu/perorangan sempat mencuat pada akhir tahun 2020 lalu,” kata Kurnia Ramadhana.
“Akan tetapi karena mendapat penolakan yang meluas, pemerintah memutuskan vaksin diberikan gratis kepada seluruh warga,” tambahnya.
Namun, sambung Kurnia, dalam cermat ICW keputusan itu lalu secara perlahan berubah. Sejak Desember 2020, Permenkes mengenai Pelaksanaan Vaksinasi berubah sebanyak 3 kali.
“Yakni Permenkes no 10/2021, Permenkes no 18/2021, dan Permenkes no 19/2021,” jelas Kurnia.
Bagi ICW, perubahan Permenkes ini menunjukkan adanya inkonsistensi pemerintah dalam mengatur ketentuan vaksinasi. Sehingga mengindikasikan adanya kepentingan bisnis dalam melaksanakan vaksinasi.
Baca Juga: KPK Sarankan Kemenkes Batalkan Program Vaksinasi Berbayar, Ini Alasannya
“Ikut diduga terdapat praktik perburuan rente dalam hal tersebut. Praktik perburuan rente tersebut lantas dituangkan dalam bentuk kebijakan publik,” ujar Kurnia.
“Lagi-lagi negara dibajak oleh kepentingan bisnis. Oleh karena itu kebijakan vaksin berbayar harus segera dibatalkan,” tambahnya.
Tak hanya itu, Kurnia menyampaikan ICW juga melihat adanya potensi keuntungan BUMN dan Perusahaan Privat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4643/2021.
Dalam keputusan Menkes tertera, harga pembelian vaksin produksi Sinopharm adalah Rp321.660 per dosis, dan tarif layanan sebesar Rp 117,910 per dosis. Dengan dua kali dosis, maka pembeli harus membayar Rp879.140.
“Pada November 2020, Budi Gunadi Sadikin yang ketika itu masih menjabat sebagai Wakil Menteri BUMN menyebut, Kementerian BUMN mendapat tugas untuk mendistribusikan 172,61 juta dosis vaksin. Melalui hitung-hitungan kasar kita dapat melihat keuntungan besar yang akan didapat oleh Kimia Farma,” beber Kurnia Ramadhana.
“Apabila penjualan dua dosis vaksin mendapat keuntungan Rp100.000, maka keuntungan yang didapat adalah Rp17,2 triliun,” lanjutnya.
Baca Juga: Kemenkes: Vaksin Gotong Royong Tidak Hilangkan Hak Masyarakat untuk Vaksinasi Gratis
Tak hanya itu, Kurnia menuturkan perusahaan-perusahaan non-BUMN juga akan diuntungkan dengan adanya keputusan tersebut. Sebagai contoh, PT Mahaka Media Tbk, perusahaan yang terafiliasi dengan Menteri BUMN Erick Thohir memiliki 721 karyawan (2018).
“Apabila disimulasikan, untuk satu karyawan, perusahaan tersebut diharuskan membayar dosis vaksin untuk sekaligus tiga orang (suami/istri/1 orang anak) dengan besaran total Rp 1,9 milyar (Rp 879.140 x (721 x 3)). Perusahaan privat dapat menyerahkan kewajiban vaksinasi kepada individu untuk menghilangkan beban,” jelasnya.
“Angka-angka diatas menunjukkan bisnis vaksin sangatlah menguntungkan. Baik bagi PT Kimia Farma yang mendapat keuntungan yang besar, atau perusahaan non-BUMN yang kehilangan beban untuk membayar,” tambahnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.