JAKARTA, KOMPAS.TV - Bareskrim Polri memastikan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidhayat berstatus tersangka dalam kasus korupsi jual beli jabatan di lingkungan pemerintah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
Pengungkapan kasus ini berjalan dengan kerja sama antara Polri dengan KPK. Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar membeberkan alasan koordinasi itu.
Menurutnya, baik KPK dan Polri sama-sama menerima laporan dari masyarakat soal kasus suap ini.
Baca Juga: Profil Bupati Nganjuk Kena OTT KPK, Lama Jadi Pebisnis hingga Kontroversi Mobil Dinas Rp2,6 Miliar
"Untuk menghindari tumpang tindih, dilakukan koordinasi. Ada 4 kali. Bersepakat akan dilakukan untuk menindaklanjuti laporan masyarakat terkait pulbaket maupun penyelidikan,” ujar Lili dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Senin (10/5/2021).
Tak hanya Novi Rahman, aparat juga menetapkan 6 orang lain sebagai tersangka. Berikut daftar para tersangka:
1. TBW, mantan Camat Sukomoro, terduga pemberi suap.
2. MIM, Ajudan Bupati Nganjuk, terduga perantara suap.
3. DUP, Camat Pace.
4. ES, Camat Tanjung Anom sekaligus Plt Camat Sukomoro.
5. HAL, Camat Berbek.
6. BS, Camat Locerek.
Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK bersama Polri itu berjalan pada Minggu (9/5/2021) kira-kira pukul 19.00 WIB. Aparat menyita barang bukti uang sejumlah Rp647,9 juta dari penangkapan itu.
Baca Juga: Dewas KPK: Tes Wawasan Kebangsaan Tidak Bisa Dijadikan Dasar Pemberhentian Pegawai
Lalu, ada pula barang bukti delapan unit telepon genggam serta satu buku tabungan Bank Jatim.
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengungkapkan, Novi Rahman mematok tarif untuk jabatan perangkat desa di lingkungan Pemkab Nganjuk.
“Informasi penyidik, untuk di level perangkat desa itu antara Rp10 sampai Rp15 juta,” beber Agus.
Selain itu, Agus mengaku menerima informasi Novi Rahman memungut bayaran Rp150 juta untuk jabatan lebih tinggi.
“Untuk jabatan di atas itu, sementara kita dapat informasi Rp150 juta,” ujar Agus.
Baca Juga: Djarot Bantah Klaim Bupati Nganjuk yang Kena OTT KPK Kader PDIP: "Bukan, Dia Tak Punya KTA"
Menurut Agus, praktek jual beli jabatan ini terjadi di hampir semua desa di Nganjuk. Ia mengatakan ada kemungkinan hal ini juga terjadi untuk berbagai jabatan lain.
“Kalau tadi informasinya hampir di semua desa, perangkat desanya lakukan pembayaran. Jadi kemungkinan jabatan-jabatan lain juga dapat perlakuan yang sama,” imbuhnya.
Polisi menjerat Novi Rahman dan 6 tersangka lain dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.