SOLO, KOMPAS.TV - Baru-baru ini beredar di media sosial sebuah gambar yang menghubungkan Said Aqil Siradj, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan seorang tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Gambar itu menyebut Said Aqil sebagai anak dari Achmad Dasoeki Siradj, kyai asal Solo yang menjadi kader PKI.
Said Aqil pun mendapat tuduhan membenci aturan Islam karena hubungan keluarga itu.
Baca Juga: Perdebatan Soal Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dari Masa ke Masa
Namun, penelusuran soal silsilah keluarga Said Aqil menemukan fakta berbeda. Mengutip RRI, Said Aqil Siradj lahir pada 3 Juli 1953 di Palimanan, Cirebon.
Ia lahir dari pasangan KH Aqiel Siradj dan Nyai Hj. Afifah binti Kyai Harun KH. Ayah Said Aqil ialah pengasuh Pondok Pesantren Kempek.
Mengutip nu.or.id, Said Aqil masih merupakan keturunan Kiai Muhammad Said Gedongan.
“Kiai Said Gedongan merupakan ulama yang menyebarkan Islam dengan mengajar santri di pesantren dan turut berjuang melawan penjajah Belanda,” tulis Ahmad Naufa Khoirul Faizin di nu.or.id.
Sementara, kakek Said Aqil dari pihak ibu bernama KH Harun Abdul Jalil. Kiai Harun adalah pendiri Pondok Pesantren Kempek.
Said Aqil Siradj terlihat tumbuh di tengah keluarga dan tradisi santri. Tak cuma itu, saat remaja Said Aqil pun belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur.
Setelah itu, Said Aqil berguru dengan KH Ali Maksum (Rais Aam PBNU 1981-1984) di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak. Ia juga menyelesaikan pendidikan sarjana di IAIN Sunan Kalijaga.
Kemudian, Said Aqil merantau ke Mekkah, Arab Saudi, Di sana Said Aqil menempuh pendidikan sarjana hingga doktoral di Universitas King Abdul Aziz dan Ummul Qurra.
Baca Juga: Dahsyatnya Fitnah
Selama tinggal di Mekkah, Said Aqil mulai bersahabat dengan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
“Gus Dur sering berkunjung ke kediaman kami. Meski pada waktu itu rumah kami sangat sempit, akan tetapi Gus Dur menyempatkan untuk menginap di rumah kami. Ketika datang, Gus Dur berdiskusi sampai malam hingga pagi dengan Bapak,” tutur Muhammad Said, putra Said Aqil.
Di sisi lain, Achmad Dasoeki Siradj adalah kiai kelahiran Surakarta pada 23 Mei 1903. Achmad Dasuki memiliki tiga anak, bernama Prof Achmad Baiquni, Rofiatun Ningsih, dan Marwani.
Achmad Dasoeki adalah murid Haji Misbach, tokoh gerakan komunisme Islam.
Ia pernah belajar di Pondok Pesantren Kasingan Rembang, Madrasah Jamsaren, dan Madrasah Mambaul Ulum Surakarta.
Ia adalah tokoh yang keras melawan penjajahan Belanda dan menegakkan ajaran Islam.
Baca Juga: Cara Optimalkan Ibadah di Bulan Ramadan Menurut Quraish Shihab
Achmad Dasoeki bahkan mengkritik keras kader Muhammadiyah yang meminjamkan uang dengan bunga pada 1922.
Hal ini terungkap dalam buku Gerakan Komunisme Islam di Surakarta 1914-1942 karya Syamsul Bakri.
Melansir konstituante.net, Achmad Dasoeki menjadi kader PKI sejak 1924.
Sepanjang 1926-1933, ia aktif mengorganisasi umat Islam melakukan demonstrasi besar-besaran.
“Dasoeki menjadi propagandis SR dan menjadi aktor dalam vergadering Moe’allimin di Kauman Surakarta Pada tanggal 24 Januari 1924. Vergadering ini mengkritik keras kepolisian yang campur tangan dalam acara keagamaan,” tulis Anisa Septiana Setyaningrum dalam skripsi berjudul Relasi Islam dan Komunis: Dinamika Pemikiran Sang Kyai Ahmad Dasuki di Surakarta Tahun 1910-1965.
Puncaknya, Achmad Dasoeki bersama sekitar 30 ribu orang melakukan pemberontakan pada pemerintah penjajah Belanda pada 1926-1927.
Baca Juga: Bukan Tidur, Ini Amalan yang Harus Dilakukan di Siang Hari Saat Puasa
Bagaimanapun, pemberontakan itu gagal. Pemerintah kolonial Belanda lalu mengasingkan Achmad Dasoeki ke Boven Digoel, Papua bersama istrinya.
Achmad Dasoeki bisa pulang dari Boven Digoel pada 1933. Sejak saat itu, ia terus aktif mengorganisasi rakyat bersama PKI.
Akhirnya, ia menjadi Anggota Konstituante RI pada 9 November 1956 sampai 5 Juli 1958.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.