JAKARTA, KOMPAS.TV - Usulan Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Alkohol mulai dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Dalam isi RUU ini, bukan hanya larangan peredaran alkohol saja, bahkan peminum akan mendapatkan pidana.
Para pengusul RUU Larangan Minuman Alkohol (Minol) ini terdiri atas 21 anggota DPR. Sebanyak 18 orang dari Fraksi PPP, 2 orang dari Fraksi PKS, dan 1 orang dari Fraksi Partai Gerindra.
Berdasarkan draft RUU Larangan Minol yang diterima wartawan, RUU ini terdiri dari 7 bab dan 24 pasal.
Dalam draft disebutkan, tujuan RUU ini adalah melindungi masyarakat dari dampak negatif minuman beralkohol, menciptakan ketertiban dan ketenteraman di masyarakat dari peminum minuman beralkohol, serta menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol.
Dalam definisi alkohol yang tercantum dalam draft RUU ini, terdapat pada Pasal 1 ayat (1).
Yang dimaksud minuman beralkohol yaitu minuman yang mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung etanol.
Sementara pada Bab II tentang Klasifikasi, Pasal 4 Ayat (1) mengatur beberapa jenis minuman beralkohol, yaitu golongan A (kadar etanol kurang dari 5 persen), golongan B (kadar etanol antara 5 sampai 20 persen), dan golongan C (kadar etanol antara 20 sampai 55 persen).
Minuman beralkohol tradisional dan campuran atau racikan juga dilarang dalam Pasal 4 Ayat (2).
Baca Juga: DPR Bahas Kembali RUU Larangan Minuman Beralkohol, Ini Isi Aturannya
Pada Bab III tentang Larangan, setiap orang dilarang memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual minuman beralkohol di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Terdapat pengecualian larangan di Pasal 8. Minuman beralkohol diperbolehkan untuk kepentingan terbatas, seperti kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan. Ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Di dalam Pasal 9, dijelaskan bahwa pemerintah wajib mengalokasikan dana dari pendapatan cukai dan pajak minuman beralkohol yang berasal dari kepentingan terbatas sebanyak 20 persen untuk sosialisasi bahaya minol dan merehabilitasi korban minol.
Pada Bab V tentang Pengawasan Pasal 10 dan 11 menyatakan pengawasan minol akan dilakukan oleh tim terpadu yang dibentuk oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
Tim terpadu terdiri dari perwakilan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Polri, Kejaksaan Agung, dan perwakilan tokoh agama/tokoh masyarakat.
Pada Bab VI tentang Ketentuan Pidana, mereka yang melanggar aturan akan dipidana penjara minimal dua tahun dan paling lama sepuluh tahun atau denda paling sedikit Rp 200.000 dan paling banyak Rp 1 miliar.
Sedangkan masyarakat yang mengonsumsi minol akan dipidana penjara minimal tiga bulan dan paling lama dua tahun atau denda paling sedikit Rp10.000.000 dan paling banyak Rp50.000.000.
Baca Juga: Anggota DPR Fraksi Golkar: RUU Larangan Minuman Beralkohol akan Menimbulkan Pengangguran
Pro Kontra RUU Larangan Minol
Pembahasan RUU Larangan Minuman Alkohol menuai pertentangan di dalam DPR sendiri.
Salah satu pengusul, anggota DPR dari Fraksi PPP Illiza Sa'aduddin Djamal mengatakan, RUU Larangan Minuman Alkohol bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif akibat pengonsumsian minuman beralkohol.
Menurutnya, soal minuman beralkohol belum diatur secara spesifik dalam undang-undang. Pengaturannya saat ini masuk di KUHP yang deliknya dinilai terlalu umum.
Padahal aturan larangan minuman beralkohol merupakan amanah konstitusi dan agama, bahwa tiap orang berhak hidup sejahtera di lingkungan yang baik.
"Sebab itu, melihat realitas yang terjadi seharusnya pembahasan RUU Minuman Alkohol dapat dilanjutkan dan disahkan demi kepentingan generasi yang akan datang," kata Illiza, dikutip dari Kompas.com.
Sementara, Anggota Baleg DPR dari Fraksi Golkar Christina Aryani mengatakan RUU Larangan Minol berpotensi mematikan banyak usaha dan menciptakan pengangguran.
"RUU ini melarang produksi, penyimpanan, mengedarkan, mengkonsumsi, ini akan mematikan banyak usaha dan menimbulkan pengangguran, sehingga tidak sejalan dengan spirit menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya yang hendak dicapai pemerintah," kata Christina saat dihubungi, dikutip dari Kompas.com, Kamis (12/11/2020).
Selain itu, rujukan yang digunakan para pengusul dalam penyusunan RUU Larangan Minol sudah usang. Seharusnya para pengusul melakukan kajian lebih dalam lagi, sehingga urgensi RUU ini tampak lebih jelas.
"Penelitian yang dirujuk pengusul juga sudah outdated, tahun 2007 dan 2014. Perlu dilakukan kajian mendalam, termasuk cost and benefit analysis terkait urgensi penerapan wacana yang digagas pengusul," ujarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.