"Masih ada kelas standar, ada kelas 2, kelas 1, ada kelas VIP. Tetapi ini sekali lagi masalah non-medis," kata Ghufron Mukti di Jakarta, Senin (13/5).
Ghufron menjelaskan, Perpres tentang Jaminan Kesehatan yang sudah ditandatangani Presiden Jokowi, bertujuan untuk menyederhanakan kelas rawat inap berdasarkan 12 kriteria tertentu.
Termasuk material bangunan yang rendah porositas, ventilasi udara yang adekuat, pencahayaan yang memadai, ketersediaan tempat tidur yang lengkap, dan pengaturan suhu ruangan yang optimal.
Kriteria tambahan mencakup pemisahan ruangan rawat inap berdasarkan jenis kelamin, usia pasien (anak atau dewasa), dan jenis penyakit (infeksi atau noninfeksi).
Fasilitas juga harus mempertimbangkan kepadatan ruangan, kualitas tempat tidur, penyediaan tirai atau partisi, kamar mandi yang memenuhi standar aksesibilitas, dan ketersediaan outlet oksigen.
"Bahwa perawatan ada kelas rawat inap standar dengan 12 kriteria, untuk peserta BPJS, maka sebagaimana sumpah dokter tidak boleh dibedakan pemberian pelayan medis atas dasar suku, agama, status sosial atau beda iurannya," ujarnya.
Dia juga menyatakan bahwa peserta yang ingin mendapatkan perawatan di kelas yang lebih tinggi bisa melakukannya, asalkan motivasinya bersifat nonmedis.
Perpres tentang Jaminan Kesehatan juga mengatur bahwa kenaikan kelas perawatan dapat dilakukan melalui asuransi kesehatan tambahan atau dengan membayar perbedaan biaya yang tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan.
Biaya tambahan ini dapat ditanggung oleh peserta, pemberi kerja, atau asuransi kesehatan tambahan.
Baca Juga: Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Presiden Jokowi, Ini Gantinya | SINAU
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.