JAKARTA, KOMPAS.TV- Makanan kaleng menjadi pilihan praktis bagi banyak orang saat ini. Kemudahan penyimpanan dan masa simpannya yang panjang menjadikan makanan kaleng solusi bagi mereka yang sibuk atau ingin menghemat waktu.
Namun, di balik kepraktisannya, beredar anggapan bahwa makanan kaleng kurang sehat dibandingkan dengan makanan segar.
Dikutip dari laman Healthline, berikut sederet alasan makanan kaleng dianggap kurang sehat.
Makanan kaleng dianggap kurang sehat karena proses pengalengannya. Bahan makanan yang akan dikemas dalam kaleng melewati tiga tahapan yang dapat mengurangi nutrisi seperti vitamin di dalamnya karena larut saat proses ini.
Baca Juga: Muhammadiyah Jateng dan DPKH Olah Daging Kurban Jadi Makanan Kaleng Siap Santap
Pertama, bahan makanan akan dikupas, diiris, dicincang, atau dimasak dalam suhu tinggi. Setelah itu, makanan olahan akan disegel dalam kaleng, kemudian kaleng dipanaskan untuk membunuh bakteri berbahaya dan mencegah pembusukan.
Proses pengalengan itu yang memungkinkan makanan dapat awet atau aman dimakan selama 1 hingga 5 tahun atau lebih. Dalam proses pengalengan tersebut biasanya memakai suhu panas tinggi, sehingga membuat vitamin yang larut dalam air, seperti vitamin C dan B dapat rusak.
Vitamin yang larut dalam air sensitif terhadap panas dan udara secara umum, sehingga vitamin tersebut juga dapat hilang selama proses pengolahan, memasak, dan metode penyimpanan yang biasa digunakan di rumah.
BPA (bisphenol-A) adalah bahan kimia yang sering digunakan dalam kemasan makanan, termasuk kaleng. Hal ini membuat makanan kaleng dianggap kurang sehat.
Studi menunjukkan bahwa BPA dalam makanan kaleng dapat berpindah dari lapisan kaleng ke dalam makanan yang dikandungnya. Kemudian sebuah penelitian, peserta yang mengonsumsi 1 porsi sup kalengan setiap hari selama 5 hari mengalami lebih dari 1.000 persen peningkatan kadar BPA dalam urin mereka.
Meskipun buktinya beragam, beberapa penelitian pada manusia telah menghubungkan BPA dengan masalah kesehatan seperti, penyakit jantung, diabetes tipe 2, hingga disfungsi seksual pria.
Makanan kaleng dianggap kurang sehat karena di dalamnya sering ditambahkan banyak garam, gula, dan pengawet. Makanan kaleng tinggi garam mungkin tidak menimbulkan risiko kesehatan bagi kebanyakan orang, tetapi bagi sebagian orang dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi.
Sebagian makanan kaleng lainnya mengandung tambahan gula yang banyak dan dapat berisiko mengakibatkan obesitas, diabetes, dan penyakit jantung.
Makanan kaleng dianggap kurang sehat karena dapat mengandung bakteri berbahaya yang dikenal sebagai Clostridium botulinum. Hal ini dapat terjadi apabila dalam proses pengalengannya tidak dilakukan dengan benar.
Baca Juga: 3 Tips Menyimpan Makanan Kaleng yang Sudah Dibuka Tanpa Kulkas
Namun, hal itu sangat jarang terjadi pada produk bermerek legal. Namun, mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri tersebut dapat menyebabkan botulisme.
Botulisme adalah penyakit serius yang dapat menyebabkan kelumpuhan dan kematian, jika tidak ditangani. Sebagian besar kasus botulisme berasal dari makanan yang tidak dikalengkan dengan benar di rumah.
Sangat penting untuk tidak pernah makan dari kaleng yang menggembung, penyok, retak, atau bocor.
Masih Ada yang Bernutrisi
Meskipun sejumlah produk makanan kaleng dianggap kurang sehat karena memiliki efek samping, bukan berarti secara keseluruhan makanan kaleng itu tidak baik bagi kesehatan. Tomat dan jagung melepaskan lebih banyak antioksidan saat dipanaskan, membuat makanan kalengan dari bahan itu menjadi sumber antioksidan yang lebih baik.
Selain itu, sejumlah nutrisi dalam makanan juga terbukti masih utuh, meski melalui proses pengalengan seperti protein, karbohidrat, dan lemak.
Sumber : Healthline
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.