Menurut studi ILO baru-baru ini, penghapusan pekerja anak di negara transisi dan ekonomi berkembang dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang jauh lebih besar, rata-rata terkait dengan investasi untuk pendidikan yang lebih baik dan layanan sosial.
ILO juga menyebut bahwa pekerja anak justru melanggengkan kemiskinan dari generasi ke generasi dengan membuat anak-anak tidak dapat bersekolah dan membatasi prospek mereka untuk mobilitas sosial.
“Pekerja anak adalah pelanggaran hak asasi manusia dan telah terbukti menghambat perkembangan anak, berpotensi menyebabkan kerusakan fisik atau psikologis seumur hidup,” kata ILO, seperti dilansir dari Hindustan Times.
Baca Juga: Menaker Sebut 7 Langkah Konkret Atasi Pekerja Anak
Menurut data PBB, sejak tahun 2000, dunia terus mengalami kemajuan dalam mengurangi pekerja anak. Namun pandemi COVID-19, krisis dan konflik membuat ekonomi banyak keluarga menurun.
Hal itu menjurumuskan banyak keluarga untuk memaksa jutaan anak bekerja untuk memenuhi kebutuhan.
Saat ini, masih ada 160 juta kasus pekerja anak, hampir satu dari sepuluh anak di seluruh dunia. Afrika menempati urutan tertinggi dengan jumlah 72 juta pekerja anak.
Asia dan Pasifik menempati urutan kedua dengan jumlah 62 juta pekerja anak. Sisanya terbagi antara Amerika (11 juta), Eropa dan Asia Tengah (6 juta), dan Negara-negara Arab (1 juta).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), persentase pekerja anak per Februari 2022 tercatat mencapai 8,49 persen. Artinya, terdapat sekitar delapan anak yang bekerja dari 100 anak usia 10-17 tahun.
Angka ini sedikit naik dibandingkan dengan kondisi per Agustus 2021 yang sebesar 7,9 persen. Namun, turun dibandingkan pada Februari 2021 yang di angka 10,22 persen.
Di tahun pertama pandemi Covid-19 terlihat jumlah pekerja anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun kedua pandemi.
Menurut analisis yang pernah diterbitkan oleh Litbang Kompas, persentase pekerja anak di perdesaan dua kali lipat lebih banyak dibandingkan di perkotaan. Pada Februari 2022, jika di perkotaan terdapat 5,72 persen pekerja anak, di perdesaan jumlahnya 11,90 persen.
Faktor skala ekonomi yang kecil di perdesaan memicu perbedaan ini. Kesulitan ekonomi yang dialami masyarakat perdesaan dengan mudah membuat anak-anak terjun langsung mencari tambahan penghasilan. Mereka terserap di sektor pertanian.
Berdasarkan jenis kelamin juga terlihat perbedaan antara pekerja anak yang laki-laki dengan perempuan. Pada periode Februari 2022, terdapat 9,06 persen anak laki-laki yang bekerja, sedangkan anak perempuan yang bekerja sebanyak 7,88 persen.
Sumber : Kompas.id, un.org, Hindustan Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.