TEPI BARAT, KOMPAS.TV — Seorang perempuan Palestina yang tengah hamil delapan bulan, ditembak hingga tewas oleh pasukan Israel, akhir pekan lalu. Perempuan itu bernama Sondos Shalabi yang berusia 23 tahun dan sedang mengandung anak pertamanya.
Shalabi dan suaminya, Yazan Shula yang berusia 26 tahun, meninggalkan rumah mereka pada Minggu dini hari, ketika pasukan keamanan Israel mendekati kamp pengungsi Nur Shams, tempat mereka tinggal.
Kendaraan militer Israel mengepung kamp tersebut beberapa hari sebelumnya. Tindakan pengepungan itu merupakan perluasan operasi militer Israel yang bertujuan untuk menghentikan Iran dari membuka front baru di wilayah yang diduduki.
Mohammed Shula, 58, yang merupakan mertua dari Shalabi mengatakan bahwa putra dan menantunya mulai merencanakan pelarian mereka dari Nur Shams minggu lalu, saat pesawat nirawak Israel melintasi langit.
Putranya selalu mengkhawatirkan Shalabi dan nasib bayi yang dikandungnya. Mereka berencana meninggalkan kamp pengungsi Nur Shams agar Shalabi bisa melahirkan di tempat yang lebih aman.
Yazan Shula merupakan seorang pekerja konstruksi di Israel yang kehilangan pekerjaannya setelah pemerintah Israel melarang hampir 200.000 pekerja Palestina memasuki wilayahnya. Ia sudah tidak sabar untuk menjadi seorang ayah. Sedangkan istrinya merupakan seorang perempuan pendiam yang baik hati.
Baca Juga: Trump Ingin AS Kuasai Gaza, Organisasi Palestina: Deklarasi Perang terhadap Rakyat Kami
"Bayi itu adalah tujuan hidup mereka," kata Mohammed Shula seperti dikutip dari The Associated Press.
Minggu pagi, pasangan muda itu mengemasi beberapa pakaian dan barang-barang. Rencananya mereka adalah pergi ke rumah orang tua Shalabi yang berada di luar kamp tersebut. Di sana kondisinya lebih aman, dan dekat dengan rumah sakit tempat Shalabi berencana melahirkan.
Adik laki-laki Yazan Shula, bernama Bilal dan berusia 19 tahun, ikut bersama mereka dan duduk di kursi belakang mobil pasangan muda tersebut.
Tidak lama setelah mereka bertiga pergi, terdengar suara tembakan dan ponsel Mohammed Shula berdering.
Mohammed mendengar napas menantunya tersengal-sengal dari telepon. Saat itu Shalabi mengatakan bahwa penembak jitu Israel telah menebak suaminya, dan darah melalir keluar dari belakang kepala Yazan.
Mohammed mengatakan kepada Shalabi untuk tetap tenang. Dia menyuruh Shalabi untuk mengetuk pintu rumah terdekat untuk meminta bantuan. Ponselnya ketika itu tetap menyala, sehingga Mohammed bisa mendengar ketukan dan jeritan perempuan itu.
Gadis itu mengatakan kepadanya bahwa dia melihat tentara mendekat, dan kemudian sambungan telepon terputus. Mohammed Shula pun kemudian menelepon layanan penyelamatan Bulan Sabit Merah Palestina.
"Kami tidak bisa keluar karena takut ditembak," kata Suleiman Zuheiri, 65 tahun, tetangga keluarga Shula yang membantu petugas medis mencari Shalabi dan suaminya.
Akhirnya mereka menemukan Bilal Shula dalam kondisi tidak terluka. Dia ditangkap dari tempat kejadian dan ditahan selama beberapa jam.
Baru setelah pukul 8:00 pagi, paramedis akhirnya menemukan pasangan muda itu. Ketika ditemukan, Yazan Shula dalam kondisi tidak sadarkan diri dan kritis. Hingga Selasa (11/2/2025), ia masih menggunakan alat bantu agar tetap hidup dan sudah berada di rumah sakit. Sedangkan Shalabi ditemukan meninggal dan janinnya juga tidak selamat dari penembakan itu.
Mohammed Shula tak habis pikir mengapa tentara Israel tega menembak menantunya yang tengah hamil.
“Mengapa mereka menembak? Anak dan menantu saya tidak melakukan kesalahan apa pun. Mereka bisa saja menghentikan mereka, mengajukan pertanyaan, tetapi tidak, mereka hanya menembak,” katanya sambil terus berzikir dengan tasbih yang melingkar di jemarinya.
Baca Juga: Hamas Murka Trump Ingin Beli dan Kuasai Gaza, Sebut sebagai Bukti Ketidakpedulian terhadap Palestina
Pasukan keamanan Israel kemudian menyerbu kamp beberapa jam kemudian. Ledakan menggema di lorong-lorong. Buldoser lapis baja bergemuruh di jalan, menggerus trotoar dan merusak pipa air bawah tanah. Listrik pun padam dan keran mengering.
Sebelum Mohammed Shula dapat mencerna apa yang terjadi, pasukan Israel menggedor pintu depan rumahnya dan memerintahkan semua orang untuk meninggalkan rumah mereka.
Hingga kini militer Israel tidak menanggapi permintaan komentar tentang alasan mereka mengevakuasi paksa rumah-rumah warga sipil di Nur Shams. Mereka dipaksa segera meninggalkan rumah, hingga Mohammed Shula tidak sempat membawa apapun ketika meninggalkan rumahnya. Ia hanya sempat membawa sekantong popok bayi, tanpa sempat membawa pakaian atau pun foto kenang-kenangan.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : The Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.