Presiden dan CEO Asosiasi Industri Plastik AS, Matt Seaholm, menyebut langkah Trump sebagai awal dari gerakan "Back to Plastic."
"Sedotan hanyalah permulaan. Kita semua seharusnya mendukung gerakan ini," kata Seaholm dalam pernyataannya.
Sebaliknya, kelompok lingkungan menilai keputusan ini sebagai langkah mundur dalam upaya mengurangi limbah plastik.
Christy Leavitt, Direktur Kampanye Plastik dari organisasi lingkungan Oceana, menegaskan bahwa dunia tengah menghadapi krisis pencemaran plastik yang tidak bisa diabaikan.
"Presiden Trump bergerak ke arah yang salah dalam isu plastik sekali pakai," ujarnya.
Baca Juga: Beginilah Momen Benjamin Netanyahu Diteriaki saat Berpidato Bahas Pertemuan dengan Trump
"Dunia sedang menghadapi krisis polusi plastik, dan kita tidak bisa lagi mengabaikan salah satu ancaman lingkungan terbesar yang dihadapi lautan dan planet kita saat ini," jelas Leavitt.
Sedotan plastik hanya sebagian kecil dari masalah limbah plastik global. Setiap hari, lebih dari 390 juta sedotan digunakan di AS, tetapi hanya dalam waktu sekitar 30 menit sebelum dibuang.
Limbah plastik membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai dan kerap berakhir di lautan, mengancam satwa liar.
Menurut PBB, dunia memproduksi lebih dari 400 juta ton plastik baru setiap tahun, dengan sekitar 40 persen digunakan untuk kemasan sekali pakai.
Plastik yang terurai menjadi mikroplastik ditemukan dalam tubuh manusia, satwa laut, serta udara yang dihirup manusia.
Di tingkat global, lebih dari 100 negara tengah merundingkan perjanjian untuk mengatasi polusi plastik.
Namun, perundingan di Korea Selatan akhir tahun lalu gagal mencapai kesepakatan, sehingga pembahasan akan dilanjutkan tahun ini.
Baca Juga: Trump Ancam Batalkan Gencatan Senjata di Gaza Jika Hamas Tak Bebaskan Sandera Israel
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.