Kompas TV internasional kompas dunia

Mayotte Prancis Diterjang Badai Terburuk dalam Seabad, Ribuan Orang Diduga Tewas

Kompas.tv - 17 Desember 2024, 10:35 WIB
mayotte-prancis-diterjang-badai-terburuk-dalam-seabad-ribuan-orang-diduga-tewas
Foto yang disediakan pada hari Senin, 16 Desember 2024 oleh Keamanan Sipil ini menunjukkan sebagian wilayah Prancis di Mayotte di Samudra Hindia, setelah pulau itu dihantam oleh badai terburuknya dalam hampir satu abad. (Sumber: UIISC7/Securite Civile via AP)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Vyara Lestari

MAYOTTE, KOMPAS.TV — Badai Chido menerjang Mayotte, wilayah Prancis di Afrika, pada Sabtu (14/12/2024), menyebabkan kehancuran masif, dan ratusan hingga ribuan orang dikhawatirkan tewas.

Pemerintah Prancis pun mengirimkan bantuan darurat untuk menanggulangi dampak bencana terburuk di Mayotte dalam hampir seabad terakhir.

Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan akan menetapkan masa berkabung nasional untuk mengenang para korban.  Macron juga berencana mengunjungi Mayotte dalam beberapa hari ke depan. 

“Tragedi ini mengguncang kita semua,” ujar Macron dikutip dari The Associated Press.

Badai Chido, dengan kecepatan angin lebih dari 220 km/jam, menghancurkan bangunan di seluruh Mayotte. 

Di Mamoudzou, ibu kota Mayotte, rumah, sekolah, rumah sakit, hingga kantor-kantor porak-poranda. 

Fahar Abdoulhamidi, seorang warga setempat, menggambarkan kondisi setelah bencana sebagai “kekacauan total”.

“Mayotte benar-benar hancur,” kata Menteri Dalam Negeri Prancis Bruno Retailleau. Ia menambahkan, 70 persen penduduk terdampak parah akibat siklon ini.

Baca Juga: Kronologi Dua Wisatawan asal Prancis dan Korea Selatan Tewas Tertimpa Pohon Tumbang di Ubud

Pasokan listrik padam di seluruh wilayah kecuali ibu kota. Telekomunikasi lumpuh akibat antena pemancar yang rusak. 

Kekurangan air bersih menjadi masalah serius, memicu kekhawatiran akan meningkatnya kelaparan, terutama di kalangan anak-anak dan bayi.

“Tidak ada air, tidak ada listrik, dan kelaparan mulai meluas. Sangat mendesak agar bantuan segera tiba, terutama saat Anda melihat anak-anak, bayi, yang tidak memiliki bantuan konkret untuk diberikan,” ujar Senator Mayotte Salama Rami.

Kementerian Kesehatan Prancis mencatat, hingga Senin (16/12), 21 korban meninggal di rumah sakit, dan 45 orang lainnya dalam kondisi kritis. 

Namun, Menteri Kesehatan Geneviève Darrieussecq memperingatkan bahwa jumlah korban kemungkinan jauh lebih besar.

Tradisi Muslim untuk menguburkan jenazah dalam waktu 24 jam menjadi salah satu faktor yang menyulitkan pencatatan jumlah korban. 

Pejabat polisi Mayotte, François-Xavier Bieuville menyebut jumlah korban kemungkinan mencapai ratusan atau bahkan ribuan.

Pemerintah Prancis telah mengirimkan tim penyelamat dan suplai bantuan dari Prancis dan Pulau Réunion. Setiap harinya, 20 ton air dan makanan diterbangkan ke Mayotte. 

Baca Juga: Pemerintahan Prancis Kolaps, Macron Didesak Lengser dari Kursi Presiden

Bandara utama di Mayotte saat ini hanya digunakan untuk pengangkutan bantuan setelah menara kontrolnya rusak parah.

Untuk membantu penanganan darurat, pemerintah Prancis mengirimkan 1.500 personel tambahan, termasuk 400 polisi dan teknisi infrastruktur. 

Sebuah rumah sakit darurat dijadwalkan tiba pada Kamis mendatang untuk menggantikan fasilitas kesehatan yang rusak akibat banjir.

Kehancuran yang ditinggalkan Badai Chido diperburuk oleh kurangnya kesiapan warga karena banyak penduduk yang tidak memercayai peringatan akan dahsyatnya badai tersebut.


Sebagian besar memilih tetap tinggal di rumah demi menjaga harta benda mereka risiko penjarahan.

Warga di kawasan kumuh yang tinggal di bangas—permukiman informal di Mayotte—termasuk yang paling rentan terdampak. 

Migran yang tinggal di Mayotte juga enggan mencari perlindungan karena takut dideportasi.

Mayotte merupakan salah satu wilayah termiskin di Prancis di mana tiga perempat penduduknya hidup dalam kemiskinan, dengan pendapatan tahunan rata-rata hanya seperdelapan dari pendapatan penduduk Paris. 

Baca Juga: Topan Usagi Picu Evakuasi Besar-besaran di Filipina, Badai Kuat Kelima dalam Tiga Minggu

Ketidakpuasan warga terhadap pengelolaan wilayah terus meningkat, dengan munculnya dukungan terhadap partai sayap kanan National Rally. 

Tahun lalu, protes besar-besaran pecah akibat kekurangan air yang dipicu oleh kekeringan dan mismanajemen.

Setelah menghancurkan Mayotte, Badai Chido bergerak ke barat dan mendarat di Mozambik pada Minggu (15/12). 

Badai ini menewaskan tiga orang, melukai 34 lainnya, dan merusak infrastruktur di empat sekolah. Di Malawi, dua orang dilaporkan meninggal.

Chido menjadi pengingat akan ancaman siklon yang kerap melanda kawasan Samudra Hindia bagian barat daya. 

Sebelumnya, Badai Freddy tahun lalu menewaskan lebih dari 1.000 orang di beberapa negara di kawasan ini, termasuk Mozambik, Malawi, dan Zimbabwe.

Parlemen Eropa turut mengheningkan cipta bagi para korban Siklon Chido pada Senin. Presiden Parlemen Eropa, Roberta Metsola, menegaskan bahwa Mayotte adalah bagian dari Eropa. 

“Mayotte adalah Eropa, dan Eropa tidak akan meninggalkan kalian," ujarnya.

Baca Juga: Buntut Bentrokan Amsterdam, Prancis Larang Bendera Palestina di Laga Israel vs Prancis

 




Sumber : Associated Press




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x