PARIS, KOMPAS.TV — Pemerintahan Prancis menghadapi guncangan besar setelah Perdana Menteri Michel Barnier dijatuhkan melalui mosi tidak percaya dalam sidang Majelis Nasional, Rabu (4/12/2024) malam.
Sebanyak 331 dari 577 anggota Majelis Nasional memilih untuk mencopot Barnier setelah ia memaksakan anggaran ketat demi menekan defisit negara.
Keputusan itu membuat Barnier mencatatkan rekor sebagai perdana menteri dengan masa jabatan terpendek dalam sejarah modern Prancis.
Situasi ini meninggalkan Prancis tanpa pemerintahan yang sah, sementara desakan agar Emmanuel Macron mengundurkan diri dari kursi presiden kian menguat dari berbagai pihak, termasuk dari tokoh oposisi seperti Marine Le Pen dan Mathilde Panot.
Keputusan parlemen ini memunculkan tekanan besar terhadap Macron, yang masa jabatannya baru berakhir pada 2027.
Kritikan tajam dilontarkan oleh pemimpin sayap kanan Marine Le Pen, yang menuduh Macron lebih mementingkan egonya daripada nasib negara.
“Emmanuel Macron telah merusak fondasi negara selama tujuh tahun terakhir,” ujar Le Pen dalam pidatonya dikutip dari Politico.
Ia menambahkan bahwa satu-satunya cara untuk mengatasi krisis ini adalah dengan Macron mengundurkan diri.
Baca Juga: Buntut Bentrokan Amsterdam, Prancis Larang Bendera Palestina di Laga Israel vs Prancis
Sementara itu, Mathilde Panot dari partai sayap kiri France Unbowed menyebut mosi tidak percaya sebagai kekalahan total bagi kebijakan Macron.
“Untuk memecahkan kebuntuan ini, kami meminta Emmanuel Macron turun,” kata Panot kepada wartawan.
Krisis politik ini diperparah oleh seruan pemilu kilat yang dilakukan Macron pada musim panas lalu. Namun, pemilu itu justru menghasilkan parlemen yang terpecah tiga arah, sehingga membatasi kemampuan pemerintah untuk membangun koalisi yang stabil.
Barnier, yang sempat ditunjuk sebagai pemegang mandat pun mengecam keputusan parlemen.
Sumber : Politico
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.