MOSKOW, KOMPAS.TV - Rekan Presiden Rusia Vladimir Putin, Dmitry Medvedev mengancam artikel 5 NATO tak akan mempan lawan senjata nuklir taktis.
Medvedev, yang merupakan eks Presiden Rusia dan kini menjabat Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia itu menegaskan Artkel 5 NATO tak akan mempan lawan senjata nuklir Rusia.
Komentar Medvedev itu merupakan respons dari pernyataan jenderal Estonia mengenai serangan pencegahan ke Rusia demi mencapai tujuan NATO.
Baca Juga: Junta Militer Myanmar yang Terpojok Tawarkan Perdamaian ke Kelompok Perlawanan, Langsung Ditolak
“Semakin bodoh suatu negara, semakin besar arogansi pemimpinnya yang tak waras,” kata Medvedev, Jumat (27/9/2024) dikutip dari RT.
“Masyarakat harus mempertimbangkan satu hal saja, jika Rusia menggunakan katakanlah, senjata nuklir taktis tetrhadap negara yang membiarkan pernyataan seperti itu, maka hanya akan menjadi debu,” ujarnya.
Ancaman mengerikan pun kembali diucapkan oleh Medvedev.
“Tentu saja, artikel 5 dari Pakta Washington mungkin akan berlaku, namun negara itu tak akan ada lagi,” ucapnya.
Medvedev merujuk pada pertahanan bersama NATO yang terkenal, di mana saat negara NATO diserang anggota lainnya harus memberikan bantuan militer, senjata dan personel.
Pada awal pekan ini, Presiden Rusia Vladimir Putin diketahui berusaha mengubah doktrin nuklir Rusia.
Doktrin tersebut dianggap sebagai pesan untuk Amerika Serikat (AS) dan sekutunya, begitu juga Ukraina.
Dalam doktrin itu, Rusia bisa menggunakan senjata nuklir jika ada serangan konvensional dari negara non-nuklir yang didukung oleh negara dengan senjata nuklir.
Kepala Staf Umum Estonia, Mayor Jenderal Vahur Karus, mengatakan pada pekan lalu, bahwa rencana darurat baru NATO untuk konflik dengan Rusia, membayangkan negara Baltik melancarkan serangan melintasi perbatasan.
Baca Juga: Kemarahan Iran Atas Serangan Israel Ingin Bunuh Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah: Kelewat Batas!
“Kemampuan serangan jarak jauh kami secara penuh masuk dalam rencana NATO, dan NATO mengatakan kepada kami untuk mengurus sejumlah target (di Rusia), dan itu ketika mereka mendatangi (Estonia) dan mengambil langkah selanjutnya,” ujar Karus.
Ia juga mengatakan misi baru tersebut sebagai perubahan fundamental bagi doktrin militer Estonia.
Karus mencatat bahwa sebelum konflik di Ukraina, NATO memperkirakan negara Baltik akan bertahan selama 10 hari sebelum mendapatkan bala bantuan dari NATO.
Sumber : RT
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.