Dampak Penahanan Terhadap Kesehatan Mental
Setelah hampir setengah abad dipenjara, para pendukung Hakamada mengatakan penahanan panjang tersebut berdampak buruk pada kesehatan mentalnya.
Selama dua bulan pertama setelah dibebaskan, Hakamada terus berjalan mondar-mandir di dalam apartemennya, tanpa mencoba keluar rumah, ujar kakaknya. Sebagian besar dari 48 tahun penahanannya ia habiskan dalam isolasi, di bawah bayang-bayang eksekusi.
Suatu hari, kakak perempuannya meminta bantuannya membeli bahan makanan untuk mendorongnya agar mau meninggalkan rumah.
Sejak saat itu, berjalan-jalan menjadi rutinitas hariannya, meskipun saat ini ia kurang mampu dan harus dibantu menggunakan mobil oleh para pendukungnya.
Baca Juga: Singapura akan Melanjutkan Eksekusi Hukuman Mati Setelah Jeda 6 Bulan, Kini ke Penyelundup Ganja
Bukti yang Direkayasa
Dalam sidang terakhir di Pengadilan Shizuoka pada Mei sebelum keputusan Kamis, jaksa kembali menuntut hukuman mati, memicu kritik dari kelompok hak asasi manusia yang menyebut jaksa mencoba memperpanjang persidangan.
Bukti pakaian bernoda darah yang diperdebatkan, ditemukan di dalam tangki miso setahun setelah penangkapan Hakamada, menjadi titik kunci dalam persidangan.
Pengadilan Tinggi Tokyo pada 2023 mengakui eksperimen ilmiah yang menunjukkan pakaian yang direndam dalam miso selama lebih dari setahun berubah terlalu gelap untuk menunjukkan noda darah, menandakan kemungkinan rekayasa oleh penyidik.
Pengacara Hakamada dan keputusan persidangan sebelumnya menyatakan bahwa sampel darah tersebut tidak cocok dengan DNA Hakamada, dan celana yang dijadikan bukti oleh jaksa terlalu kecil untuk Hakamada, serta tidak muat ketika ia mencobanya.
Pada Kamis, hakim di pengadilan Shizuoka menyimpulkan bahwa pakaian yang direndam dalam miso lebih dari setahun tidak akan menunjukkan noda darah merah, mendukung eksperimen yang diserahkan oleh pengacara pembela dan menyebut penyelidikan tersebut sebagai "tidak manusiawi" karena menghasilkan pengakuan paksa.
Ogawa, pengacara Hakamada, memuji putusan tersebut sebagai "terobosan" karena secara jelas menyatakan bahwa jaksa merekayasa bukti kunci sejak awal. "Saya percaya keputusan ini menutup kasus ini... Sekarang kita harus mencegah jaksa mengajukan banding bagaimanapun caranya," katanya.
Baca Juga: Hukuman Matinya Gagal Dilaksanakan, Napi Ini Takut dengan Metode Eksekusi Baru yang Dinilai Kejam
Penutupan Kasus?
Ogawa berencana mendatangi jaksa distrik untuk meminta mereka tidak mengajukan banding, meskipun secara teknis hal tersebut masih mungkin dilakukan meski mereka tidak punya bukti lagi untuk mendukung kasus tersebut.
Jepang dan Amerika Serikat adalah dua negara di antara negara maju anggota G7 yang masih menerapkan hukuman mati. Survei oleh pemerintah Jepang menunjukkan mayoritas publik mendukung eksekusi mati.
Eksekusi mati di Jepang dilakukan secara rahasia, dan para narapidana baru diberitahu nasib mereka pada pagi hari ketika mereka digantung. Pada 2007, Jepang mulai mengungkapkan nama-nama orang yang dieksekusi dan beberapa detail kejahatan mereka, tetapi pengungkapan ini masih terbatas.
Hideko Hakamada telah menghabiskan sekitar separuh hidupnya untuk membuktikan bahwa adiknya tidak bersalah.
Sebelum putusan Kamis, ia berkata bahwa pertempuran ini terasa tak ada habisnya. "Sangat sulit memulai persidangan ulang," katanya kepada wartawan di Tokyo. "Tidak hanya Iwao, saya yakin ada orang lain yang juga dituduh salah dan menangis... Saya ingin hukum pidana direvisi agar persidangan ulang lebih mudah dilakukan."
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.