Ia mengimplementasikan kebijakan ekonomi keras yang dikenal sebagai “Fujischock”, yang mengekang hiperinflasi.
Ia juga mengklaim kemenangan atas gerakan pemberontak Shining Path, salah satu kelompok gerilawan tertua di Amerika Latin, setelah pemerintahannya menangkap pemimpin grup Abimael Guzman.
Namun, kemudian Fujimori berubah menjadi seorang diktator bertangan besi, yang menggunakan pasukan keamanan menekan oposisi.
Kemudian penyalahgunaan kekuasaan dan tuduhan korupsi muncul, dan menciptakan bayangan gelap bagi pencapaian nasionalnya.
Pada awal 1990-an, mantan istri Fujimori, Susana Huguchi secara terbuka menyebutnya sangat korup, dan mengklaim keluarganya telah menjual baju yang didonasikan ke Jepang secara ilegal.
Saat pemilihan presiden 2000, Fujimori kembali menang untuk masa kepemimpinan yang ketiga.
Namun, pemerintahannya hancur pada tahun tersebut, setelah video kepala intelijennya, Vladimiro Montensinos, bocor, yang menunjukkan Monstensinos menyuap anggota parlemen oposisi.
Skandal itu pun menjadi bola salju, karena video lainnya yang menyerangnya pun muncul.
Baca Juga: Yahya Sinwar Berterima Kasih pada Aljazair dalam Pernyataan Pertamanya sebagai Pemimpin Hamas
Fujimori sendiri membantah melakukan kesalahannya, tetapi kepercayaan publik kepadanya semakin hilang.
Fujimori sendiri sempat kabur ke Jepang, dan memutuskan pengunduran dirinya dari sana.
Pada 2009, Pengadilan Khusus Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman penjara 25 tahun kepadanya karena mengizinkan operasi regu kematian yang bertanggung jawab membunuh warga sipil.
Sumber : The Guardian
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.