Menteri Olahraga Kenya Kipchumba Murkomen menyatakan keprihatinannya dan berjanji akan memastikan keadilan bagi Cheptegei.
“Tragedi ini mengingatkan kita bahwa kita harus melakukan lebih banyak upaya untuk memerangi kekerasan berbasis gender, yang dalam beberapa tahun terakhir telah mengintai lingkaran olahraga elite,” katanya dalam sebuah pernyataan, dikutip dari The Associated Press.
Federasi Atletik Uganda juga menyampaikan rasa duka mendalam melalui platform X.
"Kami sangat berduka atas kehilangan atlet kami, Rebecca Cheptegei, yang menjadi korban kekerasan domestik. Sebagai federasi, kami mengutuk keras tindakan tersebut dan mendesak adanya keadilan. Semoga jiwanya beristirahat dengan damai," tulis pernyataan resmi federasi tersebut.
Ketua Komite Olimpiade Uganda Donald Rukare juga mengecam tindakan keji tersebut dan menyebutnya sebagai “perbuatan pengecut dan tidak masuk akal yang merenggut nyawa seorang atlet hebat.”
Kekerasan berbasis gender terhadap atlet bukan pertama kali terjadi di kawasan Afrika Timur.
Pada tahun 2023, pelari Olimpiade Uganda, Benjamin Kiplagat, ditemukan tewas dengan sejumlah luka tusukan.
Kemudian pada tahun sebelumnya, atlet Bahrain kelahiran Kenya, Damaris Muthee, ditemukan tewas dengan tanda-tanda telah dicekik.
Pada 2021, pelari jarak jauh Kenya, Agnes Tirop, tewas ditikam di rumahnya, dan suaminya didakwa dengan tuduhan pembunuhan.
Kenya memiliki tingkat kekerasan terhadap perempuan yang sangat tinggi. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Kenya tahun 2022, sekitar 41 persen perempuan yang sedang berpacaran atau sudah menikah, mengalami kekerasan fisik atau seksual dari pasangan mereka.
Fenomena ini telah memicu aksi protes di berbagai kota besar di Kenya, menuntut pemerintah untuk mengambil tindakan tegas.
Baca Juga: BUMN Grup Apresiasi Atlet Peraih Medali Olimpiade 2024, Beri Bonus Rp6,4 Miliar
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.