Kompas TV internasional kompas dunia

Menteri Unifikasi Korsel Desak Korut Buka Dialog Resmi, Tekankan Tidak Ada Penyatuan lewat Absorpsi

Kompas.tv - 16 Agustus 2024, 20:04 WIB
menteri-unifikasi-korsel-desak-korut-buka-dialog-resmi-tekankan-tidak-ada-penyatuan-lewat-absorpsi
Monumen reunifikasi di Pyongyang, Korea Utara. (Sumber: Sky News)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Desy Afrianti

SEOUL, KOMPAS.TV - Menteri Unifikasi Korea Selatan, Kim Yung-ho kembali mendesak Korea Utara untuk menanggapi tawaran Seoul mengenai pembukaan saluran dialog resmi antar-Korea. 

Dalam konferensi persnya, Jumat (16/8/2024), Kim menegaskan bahwa Korea Selatan tidak mencari unifikasi melalui absorpsi, melainkan menginginkan unifikasi yang terjadi secara bertahap dan damai.

Pernyataan Kim ini disampaikan sehari setelah Presiden Yoon Suk Yeol mengusulkan pembentukan saluran dialog tingkat kerja dengan Korea Utara dalam pidatonya memperingati Hari Pembebasan. 

Yoon juga mengungkapkan visinya untuk mewujudkan unifikasi berbasis demokrasi liberal dan berkomitmen untuk memperluas arus informasi dari luar ke dalam wilayah Korea Utara.

"Karena presiden mengusulkan pembentukan saluran dialog antara kedua Korea, (saya) meminta Korea Utara untuk menerimanya," kata Kim di hadapan para wartawan dikutip dari Yonhap.

Ia menambahkan bahwa Korea Selatan terbuka untuk membahas berbagai isu, termasuk denuklirisasi, masalah kemanusiaan, dan pertukaran antar-Korea.

Kim juga menekankan pentingnya melanjutkan kembali saluran komunikasi antar-Korea serta saluran hotline militer yang telah dihentikan secara sepihak oleh Korea Utara. 

Hal tersebut, menurut Kim, merupakan langkah awal yang esensial untuk membuka jalur dialog yang lebih luas di masa mendatang.

Menanggapi pandangan skeptis yang menyatakan bahwa Korea Utara tidak akan merespons tawaran Seoul di tengah hubungan antar-Korea yang tegang, Kim tetap optimistis. 

"Korea Utara akan meninjaunya dengan saksama," katanya, mengisyaratkan harapan akan adanya tanggapan positif dari Pyongyang.

Baca Juga: Pejabat Misil Balistik Korea Utara Hadiri Pameran Senjata di Rusia, Moskow-Pyongyang Makin Erat

Di sisi lain, Kim juga menepis kritik yang mengatakan bahwa visi unifikasi Presiden Yoon mengandung elemen unifikasi melalui absorpsi. 

Ia menjelaskan bahwa unifikasi melalui absorpsi, jika didefinisikan sebagai perubahan status quo secara paksa, bukanlah kebijakan yang diinginkan oleh pemerintah. 

"Jika penyatuan melalui penyerapan didefinisikan sebagai penyatuan melalui perubahan status quo dengan kekerasan, itu bukanlah kebijakan yang ditempuh pemerintah. Kami menginginkan penyatuan yang bertahap dan damai, bukan penyatuan melalui penyerapan," kata Kim.

Meski begitu, beberapa pihak tetap melontarkan kritik bahwa visi unifikasi yang diusung Yoon tidak mencakup cara untuk mempromosikan rekonsiliasi dan kerja sama dengan Korea Utara. 

Namun, pemerintah Korea Selatan menegaskan bahwa inisiatif ini tetap berakar pada semangat Formula Unifikasi Nasional yang diresmikan pada tahun 1994, yang berbasis pada prinsip-prinsip independensi, perdamaian, dan demokrasi.

Kim mengakui bahwa kondisi saat ini memang tidak mendukung upaya rekonsiliasi dan kerja sama dengan Korea Utara, yang merupakan tahap awal dari Formula Unifikasi Nasional. 

Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah akan terus berupaya menciptakan kondisi yang memungkinkan terwujudnya rekonsiliasi melalui visi unifikasi terbaru ini.

Selain itu, Kim juga berkomitmen untuk membantu rakyat Korea Utara agar dapat mengakses informasi dari luar melalui berbagai saluran. 

"(Pemerintah) telah mendukung berbagai proyek sektor sipil untuk mengembangkan konten. Kementerian Unifikasi akan terus berupaya mendukung kegiatan tersebut," ujarnya.

Pemerintah Korea Utara telah meningkatkan pengawasan dan hukuman terhadap warganya melalui penerapan tiga undang-undang yang disebut "hukum jahat" guna mencegah akses informasi dari luar. 

Salah satu undang-undang yang diberlakukan pada tahun 2020 mengkriminalisasi pengenalan budaya dan informasi luar dengan hukuman kerja paksa hingga 10 tahun, dan bahkan eksekusi publik bagi mereka yang menonton serta mendistribusikan konten dari Korea Selatan. 

Baca Juga: Kim Jong-Un Terus Hina Korea Selatan, Disebut Strategi Redam Ketidakpuasan Rakyat Korea Utara




Sumber : Yonhap




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x