Salah satunya, ia perlu menenangkan dua anggota kabinet sayap kanannya, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, dan Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben Gvir.
Keduanya mengancam akan membubarkan pemerintahan Netranyahu, jika ia melakukan konsensi dengan Hamas.
Selain itu, Netanyahu meyakini Hamas secara signifikan melemah dan berupaya melarikan diri, berkat serangan udara Israel yang menghancurkan di Gaza, dan menewaskan pejabat senior Hamas, termasuk kemungkinan Muhammad Dief, komandan Brigade Al-Qassam.
Meski begitu, menurut diplomat yang meminta identitasnya tak disebutkan itu mengatakan alasan utama penundaan Netanyahu yang kurang diperhatikan, adalah tampaknya perhitungannya bahwa pemilu AS dengan cepat berubah ke arah yang menguntungkan Trump.
Dengan pilpres AS yang hanya kurang dari tiga bulan lagi, Netanyahu mungkin percaya ia bisa lolos dari tekanan Biden untuk menghentikan perang.
Sedangkan, Trump kemungkinan akan lebih memudahkan Israel, dan jauh lebih keras terhadap Iran dan proksi-nya, khususnya Hizbullah.
Apalagi pada 2020, Netanyahu menggambarkan Trump sebagai teman terbaik Israel.
“Penilaian kami adalah Netanyahu ingin membeli waktu hingga pemilihan November,” kata diplomat senior negara Timur Tengah, yang dekat dengan negosiator.
Baca Juga: Delegasi Demokrat Ramai-Ramai Dukung Kamala Harris, Analis Sebut Partai Ingin Fokus Hadapi Trump
Ia berbicara dengan anonimitas untuk tak mengungkapkan afiliasi pemerintahannya.
Surat kabar Lebanon Al-Akhbar melaporkan pada pekan lalu bahwa penilaian intelijen terpisah yang diberikan kepada Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi, juga merangkum bahwa pembicaraan Doha tak akan berkembang hingga Mesir.
Berdasarkan laporan itu, Netanyahu percaya bahwa ia akan bisa lebih banyak melakukan manuver di bawah kepemimpinan Trump.
Sumber : Politico
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.