Kompas TV internasional kompas dunia

Poin-Poin Putusan Mahkamah Internasional yang Tegaskan Pendudukan Israel di Wilayah Palestina Ilegal

Kompas.tv - 20 Juli 2024, 08:25 WIB
poin-poin-putusan-mahkamah-internasional-yang-tegaskan-pendudukan-israel-di-wilayah-palestina-ilegal
Penasihat kebijakan luar negeri Palestina Riad Malki dan anggota tim hukum lainnya duduk di hadapan para hakim yang memasuki Mahkamah Internasional, atau Mahkamah Dunia, di Den Haag, Belanda, Jumat 19 Juli 2024 (Sumber: AP Photo)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Desy Afrianti

THE HAGUE, KOMPAS TV - Mahkamah Internasional PBB, ICJ, hari Jumat, 19/7/2024, menyatakan keberadaan Israel di wilayah Palestina yang diduduki, yaitu di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur, adalah tidak sah dan menyerukan agar segera dihentikan atau disetop 

ICJ juga mendesak pembangunan permukiman dihentikan segera, serta menyebut tindakan Israel selama 57 tahun ini sebagai pelanggaran besar hukum internasional.

Hakim ICJ menunjukkan banyak kebijakan, seperti pembangunan dan perluasan permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, penggunaan sumber daya alam daerah tersebut, pencaplokan, dan kontrol permanen atas tanah, serta kebijakan diskriminatif terhadap Palestina, semuanya melanggar hukum internasional.

Mahkamah Internasional menyatakan Israel tidak memiliki hak atas kedaulatan di wilayah tersebut dan melanggar hukum internasional dengan memperoleh wilayah melalui kekerasan.

Negara-negara lain juga diwajibkan untuk tidak membantu mempertahankan kehadiran Israel di wilayah tersebut. ICJ juga mendesak agar pembangunan permukiman segera dihentikan dan permukiman yang ada harus dihapus, menurut ringkasan dari lebih dari 80 halaman opini yang dibacakan oleh Presiden Pengadilan, Nawaf Salam.

"Kejahatan Israel sebagai kekuatan pendudukan menjadikan kehadirannya di wilayah Palestina yang diduduki tidak sah," kata Majelis Hakim ICJ, seraya menyatakan kehadiran Israel di wilayah yang diduduki harus diakhiri secepat mungkin.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, segera mengecam opini hukum yang dikeluarkan oleh panel 15 hakim Mahkamah Internasional, dengan mengatakan wilayah tersebut adalah bagian dari "tanah air" historis bangsa Yahudi. Namun, keputusan ini bisa mempengaruhi opini internasional dan mendorong pengakuan sepihak terhadap negara Palestina.

Opini ICJ, yang diminta oleh Majelis Umum PBB atas permintaan Palestina, muncul di tengah serangan militer Israel di Gaza, yang dipicu oleh serangan yang dipimpin Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober. Dalam kasus terpisah, Mahkamah Internasional sedang mempertimbangkan klaim Afrika Selatan bahwa serangan Israel di Gaza adalah genosida, klaim yang dibantah keras oleh Israel.

ICJ mengatakan Majelis Umum dan Dewan Keamana!, di mana Amerika Serikat, sekutu kuat Israel, memiliki hak veto,  harus mempertimbangkan "cara tepat" untuk mengakhiri kehadiran Israel di wilayah tersebut.

Baca Juga: Kejutan, Sidang Darurat Majelis Umum PBB Beri Hak Istimewa untuk Palestina

Para Hakim memasuki Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, Jumat 19 Juli 2024, di mana mahkamah agung Perserikatan Bangsa-Bangsa menyampaikan pendapat nasihat tidak mengikat pada hari Jumat tentang legalitas pendudukan Israel selama 57 tahun atas tanah yang diperuntukkan bagi negara Palestina (Sumber: AP Photo)

Israel, yang biasanya menganggap PBB dan Mahkamah Internasional tidak adil dan bias, tidak mengirim tim hukum ke sidang tersebut, hanya mengirim komentar tertulis yang menyatakan pertanyaan yang diajukan kepada pengadilan bersifat bias dan tidak mempertimbangkan kekhawatiran keamanan Israel. Pejabat Israel mengatakan intervensi ICJ dapat merusak proses perdamaian yang telah mandek selama lebih dari satu dekade.

"Bangsa Yahudi bukanlah penakluk di tanah mereka sendiri — tidak di ibu kota abadi kami, Yerusalem, dan tidak di tanah leluhur kami di Yudea dan Samaria," klaim Netanyahu dalam pernyataan yang diterbitkan kantornya, menggunakan istilah biblikal untuk Tepi Barat. "Tidak ada keputusan palsu di Den Haag yang akan mengubah kebenaran historis ini, begitu pula legalitas pemukiman Israel di semua wilayah tanah air kami tidak dapat diperdebatkan."

Berbicara di luar pengadilan, Riad Malki, penasihat Presiden Palestina Mahmoud Abbas, menyebut opini ini sebagai "momen bersejarah untuk Palestina, keadilan, dan hukum internasional."

Dia mengatakan negara-negara sekarang harus "memenuhi kewajiban yang jelas" yang diuraikan oleh Mahkamah Internasional, "Tidak ada tindakan apa pun untuk mendukung pendudukan ilegal Israel."

Israel merebut Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza dalam perang Timur Tengah 1967. Palestina menginginkan ketiga wilayah tersebut untuk negara merdeka.

Israel menganggap Tepi Barat sebagai wilayah yang diperdebatkan, yang masa depannya harus diputuskan dalam negosiasi, sementara mereka memindahkan populasi ke sana dalam permukiman untuk memperkuat cengkeramannya.

Israel mencaplok Yerusalem Timur dalam langkah yang tidak diakui secara internasional, sementara mereka menarik diri dari Gaza pada 2005 tetapi mempertahankan blokade wilayah tersebut setelah Hamas mengambil alih kekuasaan pada 2007. Komunitas internasional umumnya menganggap ketiga wilayah tersebut sebagai wilayah yang diduduki.

Keputusan pengadilan ini menyerang inti dari ambiguitas pendudukan Israel atas wilayah tersebut. Israel belum mencaplok Tepi Barat, meskipun kelompok pemukim mendesak untuk melakukannya, tetapi mereka menyebut Tepi Barat bagian dari tanah air Yahudi dan secara efektif memperlakukannya sebagai perpanjangan negara. Selain membangun permukiman haram, Israel mengambil alih sebagian besar wilayah tersebut sebagai "tanah negara."

Sementara itu, pemerintahan Netanyahu berulang kali menolak pembentukan negara Palestina. Otoritas Palestina pimpinan Abbas dibatasi untuk mengendalikan kantong-kantong yang terbagi di sekitar Tepi Barat.

Palestina menyampaikan argumen mereka dalam sidang pada Februari, bersama dengan 49 negara lain dan tiga organisasi internasional.

Dalam sidang tersebut, Malki menuduh Israel melakukan apartheid dan mendesak pengadilan tertinggi PBB ICJ untuk menyatakan bahwa pendudukan Israel atas tanah yang diinginkan Palestina adalah ilegal dan harus segera diakhiri tanpa syarat demi harapan masa depan dua negara yang bisa berdampingan.

Baca Juga: Majelis Umum PBB Tegaskan Kedaulatan Palestina atas Sumber Daya Alam Mereka, Israel dan AS Tolak

Istana Perdamaian, yang menjadi tempat kedudukan Mahkamah Internasional, atau Mahkamah Dunia, di Den Haag, Belanda, pada 26 Januari 2024. (Sumber: AP Photo)

Erwin van Veen, peneliti senior di think tank Clingendael di Den Haag, mengatakan sebelum keputusan bahwa putusan yang menyatakan kebijakan Israel melanggar hukum internasional akan "mengisolasi Israel lebih jauh secara internasional, setidaknya dari sudut pandang hukum."

Dia mengatakan keputusan seperti itu akan menghilangkan "dasar hukum, politik, dan filosofis dari proyek ekspansi Israel." Itu juga dapat meningkatkan jumlah negara yang mengakui negara Palestina, terutama di dunia Barat, mengikuti contoh terbaru dari Spanyol, Norwegia, dan Irlandia.

Ini bukan pertama kalinya ICJ diminta memberikan opini hukumnya tentang kebijakan Israel. Dua dekade lalu, pengadilan memutuskan bahwa penghalang pemisah Israel di Tepi Barat "bertentangan dengan hukum internasional." Israel memboikot proses tersebut, dengan mengatakan bahwa proses tersebut bermotif politik.

Israel mengatakan penghalang tersebut adalah langkah keamanan. Palestina mengatakan struktur tersebut adalah perampasan tanah besar-besaran, karena sering kali memasuki wilayah Tepi Barat.

ICJ mengatakan pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat melanggar hukum internasional yang melarang negara memindahkan penduduknya ke wilayah yang mereka duduki.

Israel telah membangun lebih dari 100 permukiman, menurut kelompok pemantau anti-permukiman Peace Now. Populasi pemukim di Tepi Barat telah tumbuh lebih dari 15% dalam lima tahun terakhir menjadi lebih dari 500.000 orang Israel, menurut kelompok pro-pemukim.

Penghuni permukiman adalah warga negara Israel yang diatur oleh hukum dalam negeri dan dilayani oleh kementerian pemerintah, layanan, bank, dan bisnis lainnya — secara efektif mengintegrasikan mereka ke dalam Israel.

Israel juga mencaplok Yerusalem Timur dan menganggap seluruh kota sebagai ibu kotanya. Sebanyak 200.000 orang Israel tinggal di permukiman yang dibangun di Yerusalem Timur yang dianggap Israel sebagai lingkungan dari ibu kotanya. Penduduk Palestina di kota tersebut menghadapi diskriminasi sistematis, membuat mereka sulit membangun rumah baru atau memperluas yang sudah ada.

Komunitas internasional menganggap semua permukiman tersebut ilegal atau sebagai penghalang perdamaian karena dibangun di tanah yang diinginkan Palestina untuk negara mereka.

Pemerintahan garis keras Netanyahu didominasi oleh pemukim dan pendukung politik mereka. Netanyahu memberikan menteri keuangannya, Bezalel Smotrich, mantan pemimpin pemukim, kewenangan yang belum pernah terjadi sebelumnya atas kebijakan permukiman. Smotrich menggunakan posisinya untuk memperkuat kontrol Israel atas Tepi Barat dengan mendorong rencana membangun lebih banyak rumah permukiman dan melegalkan pos-pos terdepan.




Sumber : Associated Press




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x