SEOUL, KOMPAS.TV - Korea Selatan dilaporkan berencana memproduksi massal senjata laser untuk menjatuhkan drone Korea Utara.
Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) mengungkapkan rencana program laser tersebut.
Mereka pun menyebut program tersebut sebagai “Proyek Star Wars”, yang tengah dikembangkan bersama Perusahaan Dirgantara Hanwha.
Baca Juga: Biden Perkenalkan Zelenskyy Sebagai Putin di KTT NATO, Salah Ucap?
Menurut seorang pejabat DAPA Lee Sang-yoon, sistem laser pertama Block-I akan dioperasikan militer pada tahun ini.
Dikutip dari Al-Jazeera, Jumat (12/7/2024), menurut DAPA, laser itu tak bisa dilihat dan tak bersuara.
Mereka sepenuhnya bekerja dengan listrik tanpa memerlukan amunisi tambahan, dan diperkirakan seharga 2,000 won atau Rp23,427 persekali tembak.
Senjata laser itu akan melumerkan badan dari drone dan menghanguskan elektronik di dalamnya.
“Kemampuan (Korea Selatan) merespons provokasi drone Korea Utara akan meningkat secara seginifikan dengan sistem senjata yang baru,” bunyi pernyataan DAPA, Kamis (11/7/2024).
DAPA mengungkapkan senjata laser itu bisa menembakkan semua target dalam sejumlah uji coba.
Mereka juga mengatakan berencana mengekspansi program laser di masa depan agar bisa menembak lebih banyak target yang besar, termasuk pesawat dan senjata alistik.
Menurut DAPA hal itu berpotensi menjadi pengubah permainan.
Mereka bahkan menginginkan agar sinar laser bisa menembus angkasa untuk mencapai target.
Sistem tersebut belum digunakan pada skenario di kehidupan nyata.
Namun muncul karena semakin banyaknya drone murah mendominasi perang di seluruh dunia, termasuk perang Rusia di Ukraina, Israel di Gaza dan dengan Hizbullah di perbatasan Lebanon.
Baca Juga: Pemimpin Hizbullah Bakal Hentikan Serangan ke Israel, Asal Hamas Sepakat Gencatan Senjata
Semakin banyaknya sistem senjata tanpa awal dikembangkan dan dikerahkan di pertempuran, sistem pertahanan bisa menghadapi mereka, tapi dengan biaya lebih tinggi.
Sistem laser secara teoritis menawarkan penanggulangan yang lebih berkelanjutan.
Korsel dan Korut sendiri secara teknis masih berperang karena konflik mereka pada 1950-1953 berhenti karena gencatan senjata dan zona demiliterisasi, bukan kesepakatan damai.
Sumber : Al-Jazeera
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.