NEW DELHI, KOMPAS.TV - Hasil awal penghitungan suara dalam pemilu India menunjukkan Partai Bharatiya Janata (BJP) yang dipimpin oleh Narendra Modi kemungkinan besar akan kesulitan untuk meraih mayoritas mutlak. Padahal, hasil exit poll sebelumnya memprediksi kemenangan telak bagi partai tersebut.
Untuk memperoleh mayoritas di parlemen, BJP membutuhkan setidaknya 272 kursi. Namun, hingga saat ini, BJP baru unggul di 242 kursi.
Sebagai bagian dari aliansi politik yang lebih luas, Aliansi Demokratik Nasional (NDA), BJP dan mitranya unggul di 283 konstituensi.
Narendra Modi, yang dikenal sebagai pemimpin populer namun kontroversial, berharap dapat melanjutkan masa jabatannya untuk ketiga kalinya sebagai perdana menteri.
Meskipun hasil awal tidak sesuai dengan prediksi, Modi tetap menyatakan kemenangan melalui media sosial X.
"Rakyat telah menaruh kepercayaan mereka pada NDA untuk ketiga kalinya berturut-turut! Ini adalah prestasi bersejarah dalam sejarah India," tulis Modi.
Ia juga menyampaikan terima kasih kepada para pendukung dan staf BJP, seraya menambahkan bahwa kata-kata tidak akan cukup untuk menggambarkan upaya luar biasa mereka.
Jika BJP tidak berhasil meraih mayoritas mutlak, partai ini diperkirakan akan membentuk pemerintahan koalisi.
Hal ini berarti Modi harus mengelola tarik-menarik kepentingan dalam koalisi, yang menjadi tantangan baru, mengingat ia tidak dikenal sebagai figur yang mudah berkompromi.
Baca Juga: Rekor! Cuaca Panas di India Tembus 52 Derajat Celsius, Bikin Susah Makan dan Sidang Dihentikan
Arati R Jerath, pengamat politik India, menyebut situasi ini mengembalikan India ke era tawar-menawar politik yang tidak terlihat dalam sepuluh tahun terakhir.
"Sekarang, Modi tidak dikenal sebagai figur yang konsensual. Jadi, akan sangat menarik melihat bagaimana ia mengelola tekanan dari pemerintahan koalisi," ujarnya dikutip dari Sky News.
Milan Vaishnav dari Carnegie Endowment for International Peace menyatakan kegagalan BJP untuk meraih mayoritas mutlak akan menjadi "wilayah baru" bagi India dan juga bagi Modi.
"Partai ini akan sangat bergantung pada niat baik dari sekutu-sekutunya, yang membuat mereka menjadi pemain penting yang kita harapkan akan meminta banyak dalam hal pembuatan kebijakan serta pembentukan pemerintahan," tambahnya.
Pemilu India kali ini melibatkan sekitar 970 juta pemilih, dengan tingkat partisipasi sekitar 66% selama tujuh fase pemungutan suara yang dimulai pertengahan April.
Dalam sepuluh tahun kekuasaannya, Modi telah mengubah lanskap politik India secara signifikan, meskipun meninggalkan negara yang semakin terpecah secara religius dan ekonomi.
Kebijakan Modi sering kali dianggap memicu intoleransi, ujaran kebencian, dan serangan terbuka terhadap kelompok minoritas.
India, meskipun mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, juga menghadapi ketimpangan yang meningkat dengan pengangguran pemuda yang tinggi.
Nilai-nilai demokrasi India di bawah kepemimpinan Modi juga mendapat sorotan tajam. Media yang dulunya dianggap mandiri kini semakin tunduk, dengan kritik yang dibungkam. Banyak pengamat menilai India kini menjadi regime hybrid yang tidak sepenuhnya demokratis atau otoriter.
Namun, pemerintah Modi selalu membantah tuduhan diskriminasi tersebut, dengan menyatakan bahwa kebijakannya bertujuan untuk kesejahteraan semua komunitas tanpa bias dan penegakan hukum yang adil.
Baca Juga: Pria India Ini Pecahkan Rekor Dunia, Mengetik dengan Hidung dalam Waktu Cepat
Sumber : Sky News
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.