BEIJING, KOMPAS.TV - Presiden Rusia Vladimir Putin dijadwalkan mengunjungi China pada Kamis-Jumat (16-17/5/2024) untuk bertemu dengan Presiden Xi Jinping. Kunjungan ini akan membahas berbagai isu strategis dan mempererat kerja sama bilateral antara kedua negara.
Dalam kunjungan ini, Putin akan berdiskusi dengan Xi Jinping mengenai Inisiatif Sabuk dan Jalan China, situasi di Timur Tengah dan Asia, serta konflik di Ukraina.
Pembicaraan juga akan mencakup kerja sama di bidang energi dan perdagangan, yang menjadi fokus utama kedua negara dalam memperkuat hubungan bilateral mereka.
Kunjungan ini menandai perjalanan luar negeri pertama Putin setelah resmi mengamankan masa jabatan kelima sebagai Presiden Rusia.
Kunjungan ini dilakukan atas undangan Xi Jinping, sebagai lanjutan dari deklarasi kerja sama "tanpa batas" yang dibuat oleh China dan Rusia pada Februari 2022, hanya beberapa hari sebelum Putin melancarkan invasi ke Ukraina.
Pada 16 Mei 2024 besok, pertemuan informal antara Putin dan Xi akan dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi Rusia, termasuk Menteri Pertahanan Andrei Belousov, Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov, Sekretaris Dewan Keamanan Sergei Shoigu, dan Penasihat Kebijakan Luar Negeri Yuri Ushakov.
Selain itu, Putin juga dijadwalkan bertemu dengan Perdana Menteri China Li Qiang untuk membahas perdagangan dan kerja sama ekonomi. Putin juga akan mengunjungi Harbin, kota di timur laut China yang memiliki hubungan kuat dengan Rusia.
Kedua pemimpin juga akan bergabung dalam acara malam gala yang merayakan 75 tahun sejak Uni Soviet mengakui Republik Rakyat China, yang dideklarasikan oleh Mao Zedong pada tahun 1949.
Hubungan perdagangan antara China dan Rusia terus menguat, dengan perdagangan bilateral mencapai rekor 240,1 miliar dolar AS pada tahun 2023, naik 26,3 persen dari tahun sebelumnya.
Baca Juga: Putin Sebut Arogansi Barat Berisiko Ciptakan Konflik Global, Ungkap Pasukan Rusia Siap Perang
Delegasi perdagangan yang dibawa Putin termasuk Menteri Keuangan Anton Siluanov dan Gubernur Bank Sentral Elvira Nabiullina, pun menunjukkan komitmen Rusia untuk terus memperdalam hubungan ekonomi dengan China.
Rusia saat ini telah menjadi pemasok minyak mentah utama China, dengan pengiriman minyaknya melonjak lebih dari 24 persen pada tahun 2023.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyatakan bahwa Rusia dan China ingin mewujudkan tatanan dunia yang demokratis dan multipolar.
"Tentu saja, Rusia dan China bukan satu-satunya pihak yang ingin mereformasi sistem internasional dan mendorong pembentukan tatanan dunia multipolar yang akan mencerminkan bobot nyata negara-negara dan asosiasi mereka," tegas Lavrov dikutip dari Al Arabiya.
Hubungan erat China dan Rusia juga tampak saat Putin memenangkan pemilu bulan Maret lalu dengan Xi langsung mengirimkan ucapan selamat.
Dalam surat yang dikutip oleh Kementerian Luar Negeri Beijing, Xi menyatakan bahwa kemenangan Putin adalah bukti bahwa ia mendapat dukungan dari rakyat Rusia.
"Kami yakin bahwa di bawah kepemimpinan Presiden Putin, Rusia akan mampu mencapai prestasi yang lebih besar dalam pembangunan nasional," kata Xi Jinping.
Amerika Serikat disebut masih menganggap China sebagai pesaing terbesar dan Rusia sebagai ancaman negara terbesar.
Di sisi lain, Putin dan Xi memandang Barat sebagai negara yang dekaden dan mengalami kemunduran. Hal ini mendorong kedua negara untuk memperkuat hubungan perdagangan dan militernya, meskipun ada sanksi dari Barat.
Baca Juga: Alasan Mengejutkan Putin Menunjuk Andrei Belousov, Ahli Ekonomi, sebagai Menteri Pertahanan
Sumber : Associated Press/Al Arabiya
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.