Pada pekan ini, Israel setuju untuk membuka perbatasan Kerem Shalom ke dalam Gaza untuk beberapa hari ke depan.
Namun, hal itu dilakukan hanya untuk inspeksi truk bantuan.
Setelahnya truk tersebut harus menuju perbatasan Rafah untuk masuk ke Gaza.
Skau sendiri tak ada yang mempersiapkannya akan kengerian, kekacauan dan rasa putus asa, yang ia dan timnya rasakan saat melakukan perjalanan ke Gaza pekan ini.
“Kami menyaksikan kebingungan di Gudang, titik distribusi dengan ribuan orang yang kelaparan, supermarket dengan rak-rak yang kosong, dan tempat penampungan yang penuh sesak dengan kamar mandi yang pecah,” tuturnya.
Tekanan internasional dan gencatan senjata sementara selama tujuh hari pada bulan lalu telah memungkinkan sejumlah bantuan yang sangat dibutuhkan untuk masuk Gaza,
Namun, WFP menegaskan, penyeberangan perbatasan kedua kini diperlukan untuk memenuhu permintaan.
Menurut Skau, sembilan dari 10 keluarga di beberapa daerah menghabiskan sehari semalam penuh tanpa makanan sama sekali.
Baca Juga: Menlu Retno: 1 WNI Kembali Berhasil Dievakuasi dari Gaza
Penduduk di Khan Younis di selatan Gaza mengatakan, situasi di kota yang dikepung tank Israel tersebut sangat buruk.
Kepala Unit Operasi Plastik di satu-satunya fasilitas kesehatan, Rumah Sakit Nasser Dr Ahmed Moghrabi mengungkapkan kurangnya makanan.
“Saya memiliki putri, berusia tiga tahun, ia selalu meminta permen, apel, beberapa buah ke saya. Saya tak bisa memberikannya, saya merasa tak berdaya,” ucapnya menahan tangis.
“Tak ada cukup makanan, hanya ada beras. Hanya beras, anda bisa percaya hal itu? Kami makan sekali dalam sehari.” Tambahnya.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.