WASHINGTON, KOMPAS.TV - Pentagon terus mengirimkan pengiriman senjata hampir setiap hari ke Israel, kata wakil juru bicara Pentagon, Sabrina Singh kepada wartawan, Senin (30/10/2023).
Meskipun jumlah korban warga sipil terus meningkat, Pentagon tidak membatasi penggunaan senjata yang dikirimkannya untuk Israel.
"Kami tidak memberlakukan batasan pada bagaimana Israel menggunakan senjata," kata Singh.
"Itu benar-benar tergantung pada militer Israel digunakan untuk apa dan bagaimana mereka akan melakukan operasi mereka," ujarnya, seperti dilaporkan Associated Press, Selasa (31/10/2023).
Singh tidak menjawab pertanyaan apakah ada kekhawatiran di dalam Pentagon tentang apakah senjata digunakan untuk melanggar hak asasi manusia (HAM) seperti membantai warga sipil. Tetapi Singh mengatakan Menteri Pertahanan Lloyd Austin secara teratur menekankan perlunya Israel untuk mengikuti hukum konflik bersenjata dan menghindari sebanyak mungkin korban warga sipil.
Memorandum Keamanan Nasional/NSM-18 tentang Kebijakan Transfer Senjata Konvensional Amerika Serikat (AS) yang diterbitkan oleh Gedung Putih pada 23 Februari 2023 menyatakan semua keputusan mengenai kemungkinan pengiriman senjata akan diambil berdasarkan kasus per kasus. Keputusan itu diambil dengan mempertimbangkan sejumlah hal, di antaranya adalah risiko bahwa penerima senjata mungkin akan menggunakan senjata tersebut untuk berkontribusi pada pelanggaran HAM atau hukum humaniter internasional, berdasarkan penilaian informasi yang tersedia dan keadaan yang relevan dan kapasitas serta niat penerima senjata untuk menghormati kewajiban dan komitmen internasional.
Sementara itu, di perbatasan Rafah, Jaksa Agung Pengadilan Pidana Internasional memperingatkan tentang tanggung jawab pidana dalam pemblokiran bantuan kemanusiaan ke Gaza.
"Tidak boleh ada hambatan terhadap pasokan bantuan kemanusiaan yang ditujukan untuk anak-anak, perempuan dan laki-laki, warga sipil," kata Karim Khan seperti dilaporkan oleh Anadolu, Senin (30/10/2023).
Kepala Jaksa Pengadilan Pidana Internasional memperingatkan tentang tanggung jawab pidana dalam pemblokiran bantuan kemanusiaan ke Gaza, menekankan situasi kemanusiaan yang sangat sulit ketika perang Israel-Palestina terus berlanjut.
Baca Juga: PM Israel Netanyahu Tegaskan Tidak Akan Setuju Gencatan Senjata, "Ini Waktunya Berperang"
Setelah kunjungannya ke perlintasan Rafah antara Mesir dan Jalur Gaza, Karim Khan mengatakan di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, bahwa penderitaan anak-anak, perempuan, pria, tua, dan muda sangat mendalam dan terus berlanjut.
"Paling mendasar, saat ini, adalah menekankan fakta bahwa tidak boleh ada hambatan terhadap pasokan bantuan kemanusiaan yang ditujukan untuk anak-anak, perempuan, dan pria, warga sipil. Mereka adalah orang yang tak bersalah. Mereka memiliki hak-hak di bawah hukum humaniter internasional," tegas Khan.
"Hak-hak ini adalah bagian dari Konvensi Jenewa, dan hal ini bahkan memunculkan tanggung jawab pidana ketika hak-hak ini dibatasi di bawah Statuta Roma."
Jumlah warga Palestina yang tewas terbunuh serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober mencapai 8.306 orang, kata Kementerian Kesehatan Gaza, Minggu (30/10/2023), termasuk 3.457 anak-anak dan 2.136 perempuan.
Israel melakukan serangan berat di Gaza sejak 7 Oktober, ketika Hamas melancarkan serangan lintas perbatasan yang mengejutkan. Lebih dari 1.538 warga Israel tewas sejak pecahnya perang Gaza, kata penyiar publik KAN pada Senin.
Penduduk Gaza yang berjumlah 2,3 juta orang juga menghadapi kekurangan makanan, air, bahan bakar, dan obat-obatan akibat blokade Israel terhadap enklave tersebut. Hanya sedikit truk bantuan yang telah masuk ke Gaza sejak dibukanya titik perlintasan Rafah pada 21 Oktober.
Sumber : Associated Press / Anadolu
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.