SAN JUAN, KOMPAS.TV - Pihak Dewan Keamanan PBB setuju mengirim pasukan bersenjata multinasional yang dipimpin oleh Kenya ke Haiti untuk membantu melawan geng kriminal.
Inilah kali pertama selama hampir 20 tahun pasukan akan dikerahkan ke negara Karibia yang dilanda kekacauan.
Resolusi yang disusun oleh Amerika Serikat dan Ekuador ini disetujui dengan 13 suara mendukung dan dua abstain yaitu dari China dan Federasi Rusia, seperti dilaporkan oleh Associated Press, Selasa, (3/10/2023).
Resolusi tersebut memberi wewenang kepada pasukan untuk dikerahkan selama satu tahun dengan peninjauan setelah sembilan bulan.
Misi non-PBB ini akan didanai melalui sumbangan sukarela, dan AS berjanji hingga $200 juta.
Pemungutan suara itu diadakan hampir satu tahun setelah perdana menteri Haiti meminta pengiriman segera pasukan bersenjata.
Karena hal ini diharapkan dapat meredakan lonjakan kekerasan geng dan mengembalikan keamanan, sehingga Haiti dapat mengadakan pemilu yang sudah lama tertunda.
Sejauh ini, Polisi Nasional Haiti berjuang dalam perang melawan geng.
Mereka berjumlah sekitar 10.000 petugas aktif di negara dengan lebih dari 11 juta penduduk.
"Lebih dari sekadar pemungutan suara sederhana, ini sebenarnya merupakan ungkapan solidaritas dengan penduduk yang sedang menderita," kata Jean Victor Généus, Menteri Urusan Luar Negeri Haiti.
"Ini adalah tanda harapan bagi orang-orang yang telah menderita terlalu lama," imbuhnya.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken baru-baru ini mengatakan, misi keamanan ke Haiti dapat dikerahkan dalam beberapa bulan.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Kenya, Alfred Mutua pekan lalu mengatakan, pasukan itu dapat dikerahkan dalam waktu dua hingga tiga bulan, atau mungkin awal Januari.
Dia juga mencatat perwira kunci pasukan sedang belajar bahasa Prancis.
Beberapa jam setelah pemungutan suara, Perdana Menteri Haiti, Ariel Henry berterima kasih kepada Dewan Keamanan PBB, sekretaris jenderal PBB, Kenya, dan negara-negara lain yang setuju untuk bergabung dalam pasukan tersebut.
Ia pun mengatakan, "Lonceng pembebasan berbunyi. Kami tidak bisa menunggu lebih lama!," ujarnya.
Baca Juga: 13 Terduga Anggota Geng di Haiti Dirajam lalu Dibakar Hidup-Hidup
Meki belum jelas jumlah pastinya pasukan itu, tetapi Pemerintah Kenya sebelumnya mengusulkan pengiriman 1.000 petugas polisi.
Selain itu, Jamaika, Bahamas, dan Antigua dan Barbuda berjanji untuk mengirim personel juga.
Vassily Nebenzia, Duta Besar PBB Federasi Rusia mengatakan, dia tidak punya keberatan secara prinsip terhadap resolusi tersebut.
Tetapi mengirim pasukan bersenjata ke negara, bahkan atas permintaan negara tersebut adalah tindakan ekstrem yang harus dipikirkan matang.
Adapun Duta Besar PBB China, Zhang Jun mengatakan, dia berharap negara-negara yang memimpin misi tersebut akan melakukan konsultasi mendalam dengan pejabat Haiti tentang pengerahan dan menjelaskan keberatan terhadap resolusi tersebut.
"Tanpa pemerintahan yang sah, efektif, dan bertanggung jawab di tempat, dukungan eksternal sulit untuk memberikan dampak berkelanjutan," katanya, menambahkan konsensus untuk transisi diperlukan, termasuk jadwal yang masuk akal dan kredibel.
"Sayangnya, resolusi yang baru saja disahkan gagal mengirimkan sinyal terkuat dalam hal tersebut," katanya.
Baca Juga: Sejumlah Polisi Dibunuh Geng Kriminal, Demonstran Serbu Rumah PM Haiti, Negara Waspada
Dikerahkannya pasukan bersenjata diharapkan dapat mengembalikan perdamaian dan keamanan di Haiti.
Sehingga negara tersebut dapat mengadakan pemilihan umum yang berkali-kali dijanjikan Perdana Menteri Ariel Henry setelah pembunuhan Presiden Jovenel Moïse bulan Juli 2021.
Haiti kehilangan institusi yang terpilih secara demokratis pada bulan Januari setelah berakhirnya masa jabatan 10 senator yang tersisa.
Sehingga tidak ada satu pun anggota parlemen di DPR atau Senat negara tersebut. Henry memimpin negara dengan dukungan komunitas internasional.
Presiden Dewan Keamanan PBB, Sérgio França dari Brasil mencatat, tanpa solusi politik Haiti berdasarkan pemilihan umum yang bebas, transparan, dan adil, tidak akan ada bantuan yang menjamin keberhasilan yang berkelanjutan.
Intervensi internasional di Haiti punya sejarah yang rumit.
Misi stabilisasi yang disetujui PBB untuk Haiti yang dimulai pada Juni 2004 dicemari oleh skandal pelecehan seksual dan masuknya kolera, yang menewaskan hampir 10.000 orang. Misi tersebut kemudian berakhir.
Resolusi yang disetujui hari Senin memperingatkan bahwa para pemimpin misi harus mengambil tindakan untuk mencegah penyalahgunaan dan eksploitasi seksual serta mengadopsi pengelolaan limbah dan kontrol lingkungan lainnya untuk mencegah penyakit yang ditularkan melalui air, seperti kolera.
Baca Juga: Haiti Dikuasai Gangster, Kepala Akademi Polisi Dibunuh di Tempat Kerjanya Sendiri
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.