Baca Juga: Pemerintah Belanda Meminta Maaf atas Kekejaman Tentara Masa Perang Kemerdekaan Indonesia 1945 - 1949
"Belanda ingin berkomitmen pada hak asasi manusia di seluruh dunia. Hal ini hanya mungkin dipercaya jika kita mengakui pelanggaran yang dilakukan oleh kita sendiri," kata anggota parlemen dari partai D66, Sjoerd Sjoerdsma. Seperti partai lainnya, ia menekankan sebagian besar tentara Belanda tidak disalahkan.
Namun, beberapa partai sayap kanan dalam debat tersebut mengungkapkan perasaan dari organisasi veteran yang menuduh para peneliti bersikap sepihak setelah laporan tersebut dirilis.
PVV, JA21, Forum voor Democratie, Groep Van Haga, dan BBB berpendapat veteran Hindia Belanda tidak pantas ditempatkan sebagai terdakwa. "Menurut kami, mereka adalah pahlawan," kata Raymond de Roon dari PVV.
Namun dalam laporan mereka, para peneliti juga memperhatikan penyebab kekerasan. Mereka menyoroti bahwa sekitar 200.000 tentara Belanda pergi tanpa persiapan yang memadai dan mereka menghadapi kekerasan berat dari pihak Indonesia.
Selain itu, dalam periode yang disebut Masa Bersiap, setelah penyerahan Jepang, banyak orang Eropa di Indonesia menjadi korban kekerasan berdarah.
Namun menurut para peneliti, hal itu tidak bisa dijadikan pembenaran untuk kekerasan yang dilakukan oleh pihak Belanda, di mana kepemimpinan politik dan militer saat itu bertanggung jawab.
Meskipun ada nuansa tersebut, partai-partai pemerintah VVD dan CDA juga berpendapat pandangan tentang para veteran tidak tepat.
Anggota VVD, Ruben Brekelmans, ingin agar pemerintah berupaya memperbaiki pandangan tersebut, antara lain melalui dialog dengan veteran. Anggota CDA, Derk Boswijk, berpendapat bukan hanya orang Indonesia, tetapi juga para veteran Hindia Belanda layak mendapat permintaan maaf.
Merespons hal tersebut, Perdana Menteri Rutte mengatakan permintaan maafnya juga ditujukan kepada veteran Belanda yang tidak melakukan kejahatan di Indonesia. Menurut Rutte, mereka dikirim dengan "tugas yang mustahil" ke sana. Ia ingin "menghadapi sejarah dengan pikiran yang terbuka," terutama terkait "trauma kolektif" ini.
Baca Juga: Kajian Resmi: Belanda Lakukan Kekerasan Berlebihan Saat Perjuangan Kemerdekaan Indonesia 1945-1949
Partai seperti PvdA, GroenLinks, dan SP berpendapat pemerintah Belanda juga harus secara eksplisit mengakui, militer Belanda melakukan kejahatan perang. "Sejarah akan tercemar jika hal itu tidak dilakukan," kata Corinne Ellemeet dari GroenLinks.
Menurut pemerintah Belanda, hal itu tidak mungkin dilakukan karena istilah "kejahatan perang" baru secara hukum ditetapkan dalam perang domestik pada tahun 1949. Namun, pemerintah mengatakan kekerasan tersebut dapat dianggap sebagai kejahatan perang menurut definisi saat ini.
D66 ingin agar pemerintah melakukan lebih banyak langkah untuk memberikan kompensasi kepada keluarga korban di pihak Indonesia. Menurut anggota parlemen Sjoerdsma, ada daftar 900 korban yang keluarganya harus mendapatkan keadilan.
Jeffry Pondaag, ketua Komite Kehormatan Utang Belanda, telah berdebat selama bertahun-tahun untuk pengakuan tanggal kemerdekaan Indonesia. “Belanda tidak berhak menduduki dan menjarah negara yang jaraknya 1800 kilometer. Tanah itu milik orang lain,” seperti laporan Het Parool hari Kamis, (15/6/2023).
Bagi Pondaag, tidak berhenti sampai di situ dan pengakuan juga harus memiliki konsekuensi hukum. “Belanda melakukan kejahatan perang selama perang kemerdekaan karena menyerang wilayah negara lain. Istilah Hindia Belanda juga harus dihilangkan dari semua buku. Dan uang 4,5 miliar gulden yang dibayarkan Indonesia kepada Belanda harus dikembalikan. Dengan bunga, jumlahnya mencapai 24 miliar euro.”
Sumber : NOS / Het Parool
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.