"Dalam pandangan rakyat Palestina, AS tidak pernah dianggap sebagai mediator yang netral atau adil," kata Direktur Dewan Pengertian Arab-Britania yang berbasis di London (CAABU), Chris Doyle, menambahkan "pemimpin (Palestina) mentolerir AS karena AS dianggap sebagai adikuasa tunggal di dunia selama bertahun-tahun, (mereka) tidak memiliki pilihan lain."
Ia mengatakan kepada Arab News, "ada banyak alasan mengapa Palestina, termasuk pemimpin mereka, tidak pernah melihat AS sebagai mediator yang bertanggung jawab."
"AS secara terang-terangan menyatakan bahwa mereka pro-Israel, mereka punya aliansi strategis dengan Israel, secara rutin mengesahkan resolusi pro-Israel di Kongres, dan, tentu saja, memveto upaya mengesahkan resolusi Dewan Keamanan yang mengkritik Israel dengan segala perilakunya," jelas Doyle.
Ia menunjukkan "posisi AS di wilayah tersebut jelas semakin melemah," seraya menjelaskan, "ini sebagian disebabkan oleh keputusan para presiden beruntun yang dimulai sejak pemerintahan Obama untuk beralih ke Asia, memutuskan hanya akan memiliki sedikit keterlibatan dengan Timur Tengah, dan berusaha menghindari terjebak dalam konflik yang berlarut-larut.
"Oleh karena itu, kita melihat semakin sedikit upaya mediasi AS di wilayah tersebut dan keterlibatan mereka semakin berkurang. Tetap ada kehadiran mereka, bukanlah aktor yang tidak berperan, tetapi tidak seperti yang dulu pernah ada. Tidak seperti saat pemerintahan Clinton, atau ketika John Kerry sedang menjalankan diplomasi yang sangat energik sepuluh tahun yang lalu."
Sementara itu, Uni Eropa menjadi mediator yang dipilih kedua oleh responden di antara lima kekuatan besar yang diusulkan yaitu AS, Uni Eropa, Jepang, dan China bersama dengan Rusia.
Baca Juga: Pemimpin Milisi Palestina Dirudal Israel saat Berada di Rumah, Pakar Hukum: Ini Kejahatan Perang
Doyle mengatakan "masalah dengan Uni Eropa adalah mereka semakin terpecah belah, dengan banyak negara di Eropa Tengah dan Timur semakin menjauh dari konsensus internasional yang ada sejak tahun 1980."
"Dalam kelompok inti tersebut, sebagian besar adalah negara-negara Eropa Barat yang mengadopsi posisi yang masuk akal berdasarkan hukum internasional," lanjutnya, "Jadi gagasan Uni Eropa sebagai mediator saat ini tampaknya tidak realistis karena mereka tidak punya kesatuan yang memungkinkan mereka untuk memainkan peran tersebut."
Doyle menekankan Uni Eropa "harus punya keberanian politik untuk bertindak dan mengabaikan tekanan Amerika Serikat dan Israel kepada Uni Eropa, dan sampai saat ini, belum ada cukup kemauan politik yang terlibat."
Model mediasi yang lebih baik, menurut Doyle, adalah "melakukannya melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan melibatkan kekuatan-kekuatan besar, termasuk Amerika Serikat, yang akan menjadi penjamin dari setiap kesepakatan yang dihasilkan dari proses semacam itu."
Beberapa responden survei juga menyalahkan bias Amerika Serikat terhadap Israel atas kegagalan berulang dalam perundingan perdamaian.
Doyle menekankan, "gagasan bahwa Amerika Serikat dapat menjadi satu-satunya perantara dalam kesepakatan perdamaian antara Israel dan Palestina" tidak lagi "masuk akal. Bukan bagi mereka yang berada di luar, tetapi terutama bagi warga Palestina."
Sumber : Arab News
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.