BANGKOK, KOMPAS.TV - Junta Militer Myanmar hari Rabu (3/5/2023) mengumumkan mereka segera membebaskan lebih dari 2.100 tahanan politik sebagai tindakan kemanusiaan. Ribuan orang masih dipenjara atas tuduhan umumnya terkait protes damai atau kritik terhadap pemerintahan militer, yang dimulai ketika tentara merebut kekuasaan pada Februari 2021 dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.
MRTV, televisi yang dikelola negara, seperti dikutip Associated Press, Rabu, (3/5/2023) melaporkan bahwa pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, memberikan pengampunan kepada 2.153 tahanan pada hari suci terpenting agama Buddha, yaitu hari kelahiran, pencerahan, dan wafat Sang Buddha.
Proses pembebasan dimulai hari Rabu, (3/5/2023) tetapi mungkin membutuhkan beberapa hari hingga tuntas.
Identitas orang-orang yang dibebaskan belum tersedia, tetapi pasti tidak termasuk Suu Kyi, yang sedang menjalani hukuman penjara selama 33 tahun atas lebih dari selusin tuduhan yang disebut oleh para pendukungnya sebagai rekayasa dari pihak militer.
Menurut pengumuman resmi di media negara, semua tahanan yang diberi pengampunan hari Rabu telah dihukum berdasarkan pasal pidana Myanmar yang menjadikan penyebaran komentar yang menciptakan ketidakstabilan atau ketakutan publik atau menyebarkan berita palsu sebagai tindakan kriminal, dan dikenakan hukuman penjara hingga tiga tahun.
Pengampunan itu mensyaratkan jika tahanan yang dibebaskan kembali melanggar hukum, mereka harus menjalani sisa masa tahanan asli mereka ditambah dengan hukuman baru yang mereka terima untuk pelanggaran baru tersebut.
Baca Juga: Mantan Sekjen PBB Ban Ki-moon Desak Junta Militer Myanmar Akhiri Kekerasan dan Bebaskan Tapol
Pembebasan massal tahanan umumnya terjadi pada hari libur besar di Myanmar. Pembebasan tahanan politik sebanyak ini terakhir kali terjadi bulan Juli 2021, ketika 2.296 tahanan dibebaskan.
Pada November tahun lalu, beberapa tahanan politik terkenal, termasuk seorang akademisi Australia, seorang pembuat film Jepang, seorang mantan diplomat Inggris, dan seorang warga Amerika, dibebaskan sebagai bagian dari amnesti tahanan yang juga membebaskan banyak warga lokal yang ditahan atas protes terhadap pengambilalihan kekuasaan militer.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik hari Selasa mengatakan 17.897 orang yang ditangkap sejak pengambilalihan kekuasaan militer tahun 2021 masih ditahan.
Kelompok tersebut mencatat secara detail jumlah penangkapan dan korban yang terkait dengan tindakan represi oleh pemerintah militer.
Pembebasan tahanan dipandang sebagai upaya pemerintah militer garis keras untuk melembutkan citranya sebagai pelanggar hak asasi manusia yang serius.
Minggu lalu, mantan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mendesak militer Myanmar untuk mengambil inisiatif dalam menemukan jalan keluar dari krisis politik yang kejam di negara itu, termasuk membebaskan tahanan politik, setelah bertemu dengan Min Aung Hlaing.
Baca Juga: Korban Tewas akibat Serangan Udara Junta Militer Myanmar Jadi 171 Warga Sipil, Termasuk 38 Anak-Anak
Pernyataan setelah pertemuan tersebut mengatakan bahwa Ban "mendukung seruan masyarakat internasional untuk segera melepaskan semua tahanan yang ditahan secara sewenang-wenang oleh militer Myanmar, untuk dialog konstruktif, dan untuk semua pihak menahan diri sejauh mungkin,".
Ampunan tersebut juga datang sehari setelah Min Aung Hlaing bertemu dengan Menteri Luar Negeri China, yang telah memberikan dukungan kunci kepada rezimnya sejak merebut kekuasaan.
MRTV mengatakan pada Selasa bahwa Qin Gang mengadakan pembicaraan di ibu kota Naypyitaw dengan Min Aung Hlaing dan pejabat teratas lainnya serta bertukar pandangan tentang hubungan bilateral, situasi politik Myanmar, dan kondisi yang diperlukan untuk stabilitas dan perkembangannya.
China punya kepentingan geopolitik dan ekonomi strategis di Myanmar, tetangganya di selatan, dan merupakan salah satu negara besar yang mempertahankan hubungan baik dengan junta militer, yang dihindari dan dikenai sanksi oleh banyak negara Barat karena pengambilalihan dan represi brutal terhadap lawan-lawannya.
Myanmar jatuh dalam kekacauan sejak tentara merebut kekuasaan. Pengambilalihan tersebut memicu protes damai yang ditekan dengan kekerasan berdarah. Kekerasan meningkat sejak munculnya perlawanan bersenjata di seluruh negara dan upaya militer besar-besaran untuk menindasnya.
Hingga hari Selasa, 3.452 warga sipil telah dibunuh aparat keamanan sejak pengambilalihan militer, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.