DAKAR, KOMPAS.TV - Junta militer Burkina Faso dituding membantai lebih dari 150 warga desa di provinsi Yatenga, termasuk perempuan dan anak-anak, seperti laporan Associated Press, Rabu (26/4/2023).
Kisah-kisahnya sangat mengerikan. Banyak ibu tewas ditembak saat membawa bayi di punggung mereka, para korban ditembak dan warga desa menyaksikan eksekusi tetangga mereka, takut mereka akan menjadi yang berikutnya.
Inilah beberapa kekejaman yang diduga dilakukan oleh pasukan keamanan Burkina Faso di bagian utara negara tersebut, sesuai pernyataan yang dikeluarkan hari Selasa (25/4/2023) oleh warga setempat dari desa Karma di mana kekerasan itu terjadi seperti yang dilaporkan oleh Associated Press.
Pada pagi hari Kamis pekan lalu, warga desa di provinsi Yatenga terbangun oleh sekelompok besar pria bersenjata yang mengenakan seragam militer, mengendarai sepeda motor dan truk lapis baja.
"Beberapa warga desa, senang melihat 'tentara kita', keluar dari rumah mereka untuk menyambut mereka. Namun, kegembiraan ini berakhir ketika tembakan pertama terdengar, juga menyebabkan korban pertama," demikian pernyataan dari warga desa tersebut.
Setidaknya 150 warga sipil mungkin tewas dan banyak lainnya terluka dalam kekerasan tersebut, kata Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Ravina Shamdasani, dalam pernyataan yang dikeluarkan pada Selasa. PBB menyerukan penyelidikan yang cepat, menyeluruh, independen, dan tak berpihak terhadap apa yang disebut sebagai "pembunuhan mengerikan terhadap warga sipil".
Awal minggu ini, jaksa Burkina Faso mengumumkan telah membuka penyelidikan terhadap pembunuhan tersebut, tetapi menyebut jumlah korban tewas hanya 60, kurang dari setengah dari perkiraan PBB dan warga lokal.
Baca Juga: Sedikitnya 44 Warga Sipil Dibunuh Kelompok Teroris di Burkina Faso, Kekerasan Terus Berlanjut
Pertempuran kelompok teroris yang mengatasnamakan Islam yang terkait dengan al-Qaida dan ISIS berlangsung selama tujuh tahun di Burkina Faso. Kekerasan ini telah menewaskan ribuan orang dan memecah belah negara tersebut, mengakibatkan terjadinya dua kudeta tahun lalu.
Sejak Kapten Ibrahim Traore mengambil alih kekuasaan September 2022 pada kudeta kedua, pembunuhan di luar jalur hukum terhadap warga sipil meningkat, sesuai keterangan kelompok hak asasi manusia dan warga setempat.
Insiden ini, salah satu serangan terdahsyat terhadap warga sipil oleh pasukan keamanan, terjadi di tengah-tengah tuduhan yang semakin meningkat terhadap militer atas dugaan penyalahgunaan wewenang terhadap mereka yang diduga mendukung kelompok teroris.
Pada awal bulan ini, pemerintah Burkina Faso mengumumkan mereka akan membuka penyelidikan lain terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia oleh pasukan keamanannya setelah muncul video yang diduga menunjukkan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap tujuh anak di bagian utara negara tersebut.
Associated Press pada bulan ini juga melaporkan hasil temuan mereka tentang video tersebut. Investigasi AP menemukan bahwa pasukan keamanan Burkina Faso membunuh anak-anak tersebut di pangkalan militer di luar kota Ouahigouya.
Beberapa hari sebelum serangan minggu lalu, sekitar 40 orang tewas di dekat Ouahigouya. Para korban selamat mengatakan para prajurit menuduh mereka sebagai kaki tangan kelompok teroris karena membiarkan mereka melewati kota mereka, menurut pernyataan dari para penduduk desa.
Baca Juga: 14 Aparat Keamanan Burkina Faso Tewas dalam Serangan Teroris di Utara Negara Tersebut
Salah seorang korban selamat serangan, yang tidak ingin disebutkan namanya karena takut mendapat balasan, mengatakan kepada Associated Press bahwa ketika para prajurit mulai menembaki orang-orang secara sembarangan, ia memegang tangan anaknya yang berusia 11 tahun dan melarikan diri ke rumah dengan keluarganya yang lain. Namun, para prajurit memaksa masuk, menembaki pintu rumahnya hingga terbuka.
"Ini seperti mimpi. Jika ada yang mengatakan kita tidak akan mati, saya tidak akan percaya," ujarnya.
Mereka dipaksa duduk dengan sekelompok orang di tengah desa dan diancam akan dibunuh berkali-kali. Namun, justru kelompok orang lain yang dibunuh, dan para prajurit mencari dua orang yang melarikan diri dari rumah tersebut, katanya.
Sejak kejadian tersebut, masyarakat setempat tidak bisa menguburkan kerabat mereka karena blokade jalan oleh militer menghalangi mereka mencapai desa, kata pernyataan tersebut.
Pelanggaran ini akan memicu reaksi keras terhadap junta Burkina Faso dan mendorong orang-orang ke tangan para kelompok teroris, kata para analis konflik.
"Pelanggaran hak asasi manusia yang dilaporkan mempercepat langkah militan, memberikan alasan untuk menyerang pasukan keamanan dan membantu usaha rekrutmen mereka di utara. Ini adalah resep yang buruk," ujar Laith Alkhouri, CEO Intelonyx Intelligence Advisory, yang menyediakan analisis intelijen.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.