MOSKOW, KOMPAS.TV - Rusia hari Selasa (25/4/2023) mulai menggunakan tank tempur terbaru T-14 Armata mereka untuk menembaki posisi Ukraina namun belum ikut dalam operasi serangan langsung, lapor agensi berita negara RIA pada Selasa, (25/4/2023).
RIA Novosti melaporkan tank-tank tersebut dipasangi perlindungan tambahan di bagian sisi, dan kru telah menjalani "koordinasi tempur" di tempat latihan di Ukraina.
Tank T-14 Armata punya kubah tanpa awak, karena awak yang mengendalikan persenjataan berada di "kapsul berlapis baja terisolasi yang terletak di bagian depan lambung".
Tank-tank tersebut punya kecepatan maksimum di jalan raya sebesar 80 km/jam, lapor RIA Novosti.
Bulan Januari, intelijen militer Inggris melaporkan pasukan Rusia di Ukraina enggan menerima tranche pertama dari tank-tank tersebut karena kondisi mereka yang "buruk".
Mereka mengatakan setiap penempatan T-14 kemungkinan akan menjadi "keputusan berisiko tinggi" bagi Rusia dan lebih banyak diambil untuk tujuan propaganda.
Baca Juga: Rudal Rusia Hancurkan Museum Ukraina, Dua Tewas dan 10 Terluka
"Produksi mungkin hanya dalam jumlah rendah, sementara para komandan mungkin tidak akan percaya pada kendaraan ini dalam pertempuran," demikian pernyataan militer Inggris.
"Program ini telah terlambat selama sebelas tahun, terdapat pengurangan jumlah rencana armada yang direncanakan, dan laporan tentang masalah manufaktur," kata mereka.
Kremlin memesan produksi 2.300 tank tersebut, yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 2015, hingga tahun 2020, namun kemudian diperpanjang hingga tahun 2025, menurut laporan media Rusia.
Sementara itu, Rusia mengisyaratkan bahwa mereka mungkin akan mengundurkan diri dari moratorium penempatan rudal jarak menengah dan pendek karena Amerika Serikat membantu Ukraina dalam upaya perang.
Vladimir Yermakov, kepala nuklir dan non-proliferasi Kementerian Luar Negeri Rusia, mengatakan kepada agensi berita negara Rusia Tass bahwa Moskow akan mengevaluasi jarak rudal buatan Amerika Serikat yang mampu mencapai wilayah Asia-Pasifik.
"Tetapi bahkan sekarang kita bisa dengan yakin mengatakan bahwa program militer AS yang mengganggu dan sekutu-sekutunya membuat moratorium kami semakin rapuh, baik di kawasan Asia-Pasifik maupun di Eropa," katanya.
Sumber : Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.