Severity: Notice
Message: Undefined offset: 1
Filename: libraries/Article_lib.php
Line Number: 265
Backtrace:
File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 265
Function: _error_handler
File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article
File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once
Severity: Notice
Message: Undefined offset: 1
Filename: libraries/Article_lib.php
Line Number: 265
Backtrace:
File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 265
Function: _error_handler
File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article
File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once
YANGON, KOMPAS.TV - Setidaknya 22 orang, termasuk tiga biksu Buddha, ditembak mati di Myanmar tengah pekan lalu. Penembakan yang dilaporkan seorang dokter ini dianggap sebagai pembantaian warga sipil oleh militer, seperti laporan Straits Times, Jumat (17/3/2023).
Seorang juru bicara junta militer Myanmar mengatakan pasukan mereka terlibat dalam bentrokan dengan pejuang pemberontak di daerah Pinlaung di negara bagian Shan selatan tetapi tidak membahayakan warga sipil.
Juru bicara junta, Zaw Min Tun dalam sebuah pernyataan mengatakan Pasukan Pertahanan Kenegaraan Karenni (KNDF) dan kelompok pemberontak lainnya masuk ke Desa Nan Neint setelah pasukan pemerintah tiba untuk memberikan keamanan dengan milisi rakyat setempat.
“Ketika kelompok teroris membuka tembakan secara kejam, beberapa warga desa terbunuh dan terluka,” katanya.
Hal itu dibantah mentah-mentah oleh kubu pemberontak. Seorang juru bicara KNDF mengatakan prajuritnya masuk ke Nan Neint pada 12 Maret dan menemukan mayat bergelimpangan di sebuah biara Buddha.
Kedua belah pihak sepakat terjadi pertempuran di daerah itu tetapi muncul dua narasi berbeda dalam penjelasan setelah pembunuhan di biara.
“Militer Burma membunuh tiga biksu dan 19 warga sipil pada 11 Maret,” kata juru bicara KNDF Philip Soe Aung kepada CNN. “Pasukan kami tiba di biara pada 12 Maret dan melihat mayat-mayat tersebut.”
Baca Juga: Militer Myanmar Kembali Bantai Sipil, Pemberontak: Warga Desa Diperkosa, Disiksa, Dipenggal
Pertempuran sengit terjadi antara kelompok pemberontak lokal dan militer Myanmar di daerah dekat Desa Nan Neint minggu lalu.
Pertempuran itu memuncak saat militer melepaskan tembakan dan melakukan serangan udara langsung ke desa hingga memaksa warga sipil mencari perlindungan di biara terdekat, kata Soe Aung.
Menggambarkan kebrutalan itu, Soe Aung mengatakan, “Warga sipil dan biksu-biksu itu disiksa dan dieksekusi mati oleh militer Burma.”
“Biksu-biksu itu tidak ingin meninggalkan biaranya, sehingga warga sipil dan biksu-biksu tinggal bersama di sana,” katanya.
Karena mayat ditemukan bergelimpangan di depan biara, Soe Aung mengatakan mereka dibunuh “pasukan penembak jitu.”
Para korban semuanya tidak bersenjata dan banyak dari mayat menunjukkan tanda-tanda “siksaan dan pukulan” dengan “luka tembak yang berkelanjutan di kepala,” tambahnya seperti yang dilaporkan oleh CNN, Jumat (17/3/2023).
Juru bicara junta Myanmar Mayor Jenderal Zaw Min Tun menyangkal tuduhan militer bertanggung jawab atas pembunuhan massal di biara.
Baca Juga: Waduh, Junta Militer Myanmar Berencana Izinkan Warga Sipil Bawa Senjata Api
Dalam komentar yang dimuat oleh surat kabar milik negara Global Light of Myanmar pada Selasa, dia menyalahkan "kelompok teroris" atas kekerasan di biara tersebut, dengan menyebut Karen National Police Force (KNPF), People's Defence Force (PDF), dan Karenni National Progressive Party (KNPP), sebuah unit administrasi yang menyatukan kelompok etnis di negara bagian tersebut.
Zaw Min Tun mengeklaim para pejuang menembak setelah "Tatmadaw (bekerja sama) dengan milisi rakyat setempat dan mengambil tindakan keamanan untuk wilayah tersebut."
"Ketika kelompok teroris membuka tembakannya, beberapa warga desa terbunuh dan terluka. (Yang lain) melarikan diri," katanya.
Serangan udara militer Myanmar membunuh lebih dari 60 orang, kata pemberontak Kachin.
Namun, Soe Aung, juru bicara Karenni Nationalities Defence Force, mengatakan "pos-pos militer" tersebar di sepanjang jalan menuju desa. Namun, dia mengatakan tidak ada pasukan PDF atau KNDF di desa atau biara.
"Ini bukan kebijakan kami untuk menempatkan pejuang di desa karena dapat membawa konflik kepada warga sipil," katanya.
Baca Juga: Malaysia Desak Pelaksanaan Konsensus Lima Poin ASEAN untuk Selesaikan Masalah Myanmar
Dia menambahkan, di daerah tersebut terjadi pertempuran selama beberapa minggu terakhir, sebagian besar terkonsentrasi di sekitar hutan dan pegunungan sekitarnya.
Serangan militer Myanmar di Desa Nan Neint juga melibatkan hujan serangan udara, menurut KNDF.
Dalam pernyataan terpisah kepada CNN, juru bicara Karenni Army (KA), sayap bersenjata KNPP, mengonfirmasi pertempuran pecah di Desa Nan Nein pada 10 Maret "antara militer dan pasukan gabungan KA, KNDF, dan pasukan PDF."
Video dan foto yang disediakan oleh KNDF dan kelompok lain, Karenni Revolution Union (KRU), menunjukkan luka tembak di dada dan kepala jenazah serta lubang peluru di dinding biara.
Laporan autopsi oleh Dr Ye Zaw, yang merupakan bagian dari National Unity Government, sebuah administrasi sipil dalam pengasingan yang terbentuk sejak kudeta, mengatakan senjata otomatis kemungkinan digunakan pada jarak dekat untuk membunuh 22 orang, termasuk tiga biksu bertopi jubah kuning.
"Karena tidak ada seragam militer, perlengkapan, dan amunisi yang ditemukan pada tubuh lainnya, jelas mereka adalah warga sipil," kata laporan tersebut.
Pertempuran terjadi selama setidaknya dua minggu terakhir di daerah tersebut, dengan sekitar 100 struktur yang terbakar di dan sekitar situs pembantaian yang diduga terjadi di Nan Neint, menurut laporan media lokal, pasukan perlawanan, dan gambar satelit yang diverifikasi oleh Myanmar Witness. Organisasi ini mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia.
Baca Juga: Junta Militer Myanmar Kerja Sama dengan Rusia untuk Nuklir, Diyakini Bakal Dijadikan Senjata
Negara Asia Tenggara ini berada dalam krisis sejak militer merebut kekuasaan pada Februari 2021, mengakhiri satu dekade langkah-langkah menuju demokrasi dengan menggulingkan pemerintahan yang dipimpin oleh pemenang Nobel Aung San Suu Kyi.
Gerakan perlawanan, beberapa bersenjata, muncul di seluruh negeri, yang ditanggapi militer dengan kekuatan mematikan dan menyebutnya "teroris". Beberapa kekuatan militer etnis juga berpihak melawan junta.
Aung Myo Min, menteri hak asasi manusia di Pemerintah Persatuan Nasional, mengatakan junta meningkatkan operasi tempur dan menyerang kelompok warga sipil yang tidak bersenjata dalam setidaknya empat kali dalam dua minggu terakhir.
"Jelas terlihat strategi junta adalah menargetkan warga sipil, yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan," katanya kepada wartawan dalam konferensi media online.
Junta membantah menargetkan warga sipil, mengatakan pasukannya hanya menanggapi serangan oleh "teroris".
Setidaknya 3.137 orang terbunuh dalam penindasan militer sejak kudeta, menurut organisasi nirlaba Assistance Association for Political Prisoners.
PBB menuduh militer melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Sumber : Kompas TV/Straits Times/CNN
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.