DUBAI, KOMPAS.TV - Badan pengawas nuklir PBB, IAEA, hari Kamis (16/3/2023) mengungkapkan sekitar 2,5 ton uranium alam yang disimpan di Libya yang dilanda perang saat ini hilang. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang keselamatan dan penyebaran nuklir termasuk senjata.
Uranium alami tidak dapat langsung digunakan untuk produksi energi atau senjata nuklir, karena proses pengayaan biasanya memerlukan logam tersebut diubah menjadi gas, lalu diputar dalam sentrifus untuk mencapai tingkat yang dibutuhkan.
Namun, setiap ton uranium alami - jika diperoleh oleh kelompok yang memiliki sarana dan sumber daya teknologi - dapat diolah menjadi 5,6 kilogram bahan senjata, kata para ahli. Hal ini membuat penemuan logam yang hilang penting bagi para ahli nonproliferasi.
Dalam sebuah pernyataan, Badan Energi Atom Internasional IAEA yang berbasis di Wina mengumumkan kepada negara anggota hari Rabu tentang uranium yang hilang di Libya.
Namun, pernyataan IAEA tetap merahasiakan banyak detail.
Pada Selasa, "Inspektur penjagaan badan saat inspeksi memastikan hilangnya 10 drum yang berisi sekitar 2,5 ton uranium alam dalam bentuk konsentrat bijih uranium, tidak ada di lokasi seperti yang sebelumnya dinyatakan di Libya," kata IAEA.
"Kegiatan lebih lanjut akan dilakukan oleh badan untuk mengklarifikasi keadaan penghilangan material nuklir dan lokasinya saat ini."
IAEA menolak memberikan lebih banyak detail tentang uranium yang hilang. Namun, pengakuan bahwa uranium hilang di "lokasi sebelumnya dinyatakan" mempersempit kemungkinan.
Baca Juga: Laporan PBB: Partikel Uranium yang Diperkaya hingga 83,7% Ditemukan di Iran, Hampir Tingkat Senjata
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.