Dan ketiga, ASEAN harus bersinergi dengan negara-negara tetangga yang peduli dan Utusan Khusus PBB dan negara-negara lain.
Rencana Indonesia mengirim seorang jenderal ke Myanmar untuk menunjukkan kepada penguasa militernya bagaimana Indonesia berhasil bertransisi ke demokrasi, seperti diungkapkan Presiden Joko Widodo pada hari Rabu, tidak dibahas dalam jamuan makan siang para menteri.
Presiden Jokowi hari Rabu mengatakan dalam sebuah wawancara, “Ini adalah masalah pendekatan. Kami punya pengalaman – di sini di Indonesia, situasinya sama. Pengalaman ini bisa ditelaah, bagaimana Indonesia memulai demokrasinya.”
Baca Juga: Sekjen PBB Minta Dunia Bela Rakyat Myanmar, Pemilu oleh Junta Militer Justru Hasilkan Instabilitas
Menanggapi pertanyaan dari The Straits Times tentang apa yang diharapkan dilakukan sang jenderal di Myanmar, Dirjen Kerja Sama ASEAN Kemlu Indonesia Sidharto R. Suryodipuro merujuk ke Kantor Utusan Khusus baru yang dipimpin oleh Menlu Retno Marsudi.
Salah satu tugasnya, katanya, adalah “menjalin komunikasi dengan semua pihak Myanmar dengan tujuan pengurangan dan penghentian permusuhan”, dan mempersiapkan semua pihak “setelah mereka siap untuk duduk dan melakukan dialog inklusif”.
“Di antara pesan yang disampaikan kepada para pihak adalah mereka harus berani berbicara dan berdialog secara inklusif,” ujarnya. Kantor tersebut juga akan membangun ruang untuk bantuan kemanusiaan.
Pada bulan Januari, Menlu Retno mengatakan dia akan berusaha terlibat dengan “semua pemangku kepentingan” di Myanmar, bagian dari strategi ASEAN dalam menangani krisis.
Perwakilan non-politik dari Myanmar diundang ke pertemuan ASEAN, tetapi kursinya dibiarkan kosong.
Ditanya apakah perwakilan non-politik lainnya akan diundang ke pertemuan ASEAN di masa mendatang, Sidharto mengatakan, “Prinsipnya saat ini adalah tidak ada pihak yang punya legitimasi untuk duduk di kursi Myanmar. Itu pandangan kami”.
Sumber : Kompas TV/Straits Times/Sekretariat Presiden
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.