Kompas TV internasional kompas dunia

Dunia Termasuk Arab Saudi dan Qatar Desak Taliban Batalkan Larangan Perempuan Afghanistan Berkuliah

Kompas.tv - 22 Desember 2022, 20:27 WIB
dunia-termasuk-arab-saudi-dan-qatar-desak-taliban-batalkan-larangan-perempuan-afghanistan-berkuliah
Kaum perempuan Afghanistan menggelar unjuk rasa untuk memprotes larangan pendidikan tinggi bagi perempuan yang dikeluarkan Taliban, di Kabul, Afghanistan, Kamis, 22 Desember 2022. (Sumber: AP Photo)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Edy A. Putra

 

ISTANBUL, KOMPAS.TV - Dunia termasuk Arab Saudi dan Qatar, Rabu (21/12/2022), mengungkapkan kekecewaan dan kemarahan terkait larangan berkuliah bagi perempuan Afghanistan yang dikeluarkan Taliban yang kini menguasai negara itu.

Pada Selasa (20/12), Kementerian Pendidikan Tinggi Taliban mengumumkan keputusan larangan berkuliah bagi perempuan. Keputusan itu segera berlaku sampai ada pemberitahuan lebih lanjut.

Lewat pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Arab Saudi seperti dilaporkan Arab News, Rabu, mengaku "terkejut dan menyesalkan keputusan pemerintah sementara Afghanistan yang menolak hak perempuan Afghanistan untuk mengenyam pendidikan di universitas."

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Arab Saudi menyatakan akan terus mendesak Taliban agar "membatalkan" larangan tersebut.

Sementara itu, Kemenlu Qatar menyampaikan "keprihatinan dan kekecewaan mendalam" atas larangan tersebut.

Qatar, yang memainkan peran kunci dalam memfasilitasi pembicaraan antara Barat dan Taliban, mengatakan setiap orang berhak mendapat hak atas pendidikan dan mendesak penguasa Afghanistan untuk meninjau kembali keputusan tersebut “sejalan dengan ajaran agama Islam.”

Lewat sebuah pernyataan, Kemenlu Qatar meminta pemerintah Taliban "untuk meninjau ulang keputusan mereka sejalan dengan ajaran agama Islam mengenai hak-hak kaum perempuan."

Baca Juga: Perempuan Afghanistan Turun ke Jalan Memprotes Taliban yang Melarang Perempuan Sekolah Universitas

Pelajar perempuan Afghanistan berfoto di sebuah ruang kelas di Kabul, Afghanistan, Kamis, 22 Desember 2022. Taliban, pekan ini, memerintahkan seluruh perempuan untuk tidak menghadiri kuliah di kampus swasta maupun negeri hingga pemberitahuan lebih lanjut. Sebelumnya, Taliban telah melarang siswi SMP dan SMA belajar ke sekolah. (Sumber: AP Photo/Ebrahim Noroozi)

Larangan Taliban itu menuai kecaman luas di seluruh dunia, terutama dari Perserikatan Bangsa-Bangsan (PBB), pemerintah Amerika Serikat, Turki, dan sejumlah negara lainnya.

Kemenlu Arab Saudi menegaskan keputusan Taliban itu menyangkal hak hukum penuh perempuan Afghanistan dan hak atas pendidikan, yang berkontribusi untuk mendukung keamanan, stabilitas, pembangunan, dan kemakmuran di Afghanistan.

Kepemimpinan Taliban mengumumkan pembatasan terbaru tentang hak-hak perempuan dan anak perempuan dalam pernyataan singkat pada Selasa malam.

“Anda semua diberi tahu untuk segera menerapkan perintah penangguhan pendidikan perempuan sampai pemberitahuan lebih lanjut,” kata Neda Mohammad Nadeem, menteri pendidikan tinggi Taliban.

Pengumuman tersebut hanyalah yang terbaru dari serangkaian pembatasan yang semakin ketat terhadap kebebasan perempuan Afghanistan, yang sekarang mencakup kewajiban menutup wajah dan larangan bepergian tanpa pendamping laki-laki.

Pemerintah dan otoritas agama dengan cepat mengecam larangan tersebut. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengatakan kebijakan Taliban “secara serius merusak kredibilitas pemerintah.”


Baca Juga: Mahasiswa Perempuan Afghanistan Merana Dilarang Belajar oleh Taliban: Hidup bak Burung dalam Sangkar

Sejumlah mahasiswi Afghanistan berdiri di luar kampus Univesitas Kabul di Kabul, Afghanistan, Rabu, 21 Desember 2022. Pasukan keamanan Taliban di Kabul memblokir akses menuju kampus-kampus. (Sumber: AP Photo/Ebrahim Noroozi)

 

Meskipun menolak keputusan tersebut, tetangga Afghanistan, Pakistan, mengatakan keterlibatan dengan Taliban masih merupakan jalan terbaik ke depan.

“Saya masih berpikir jalan termudah untuk mencapai tujuan kita, meski mengalami banyak kemunduran dalam hal pendidikan perempuan dan hal lainnya, adalah melalui Kabul dan melalui pemerintahan sementara,” kata Menteri Luar Negeri Pakistan Bilawal Bhutto Zardari.

Sementara Amerika Serikat (AS) dengan cepat mengecam larangan tersebut dan memperingatkan rezim Taliban akan menghadapi isolasi lebih lanjut dari seluruh dunia.

“Taliban harus berharap keputusan ini, yang bertentangan dengan komitmen yang mereka buat berulang kali dan secara terbuka kepada rakyat mereka sendiri, akan menimbulkan kerugian nyata bagi mereka,” kata Ned Price, juru bicara Departemen Luar Negeri AS.

“Mereka secara serius, bahkan mungkin fatal, menggerogoti salah satu ambisi terdalam mereka… dan itu adalah peningkatan dan peningkatan hubungan dengan AS dan seluruh dunia.

“Sikap yang tidak dapat diterima ini akan memiliki konsekuensi yang signifikan bagi Taliban dan akan semakin mengasingkan Taliban dari komunitas internasional dan menolak legitimasi yang mereka inginkan.”

Baca Juga: Ingkar Janji, Taliban Resmi Larang Perempuan Afghanistan Mendapat Pendidikan Setingkat Universitas

Kaum perempuan Afghanistan meneriakkan slogan-slogan dalam unjuk rasa menentang larangan pendidikan tinggi bagi perempyan yang dikeluarkan Taliban, di Kabul, Afghanistan, Kami, 22 Desember 2022. (Sumber: AP Photo)

 

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan "sangat khawatir" dengan larangan tersebut, kata juru bicaranya, Stephane Dujarric, Selasa.

Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock mengatakan akan memasukkan masalah ini ke dalam agenda G7, klub negara-negara kaya, di mana Jerman saat ini memegang kursi kepresidenan.

Dalam 20 tahun antara dua pemerintahan Taliban, anak perempuan diizinkan bersekolah dan perempuan dapat mencari pekerjaan di semua sektor, meskipun negara itu tetap konservatif secara sosial.

Kembalinya Taliban secara dramatis membalikkan kemajuan moderat ini. Sebuah survei terhadap kaum perempuan di Afghanistan, baru-baru ini yang dikutip oleh PBB, menemukan hanya 4 persen perempuan melaporkan selalu memiliki cukup makanan untuk dimakan.

Sementara seperempatnya mengatakan pendapatan mereka turun menjadi nol.

Kekerasan dalam keluarga dan pembunuhan wanita dilaporkan meningkat, dan 57 persen wanita Afghanistan menikah sebelum usia 19 tahun, menurut survei tersebut.

Bahkan ada kasus keluarga yang menjual anak perempuan dan harta bendanya untuk membeli makanan.

Perlakuan Taliban terhadap perempuan juga bisa memperburuk situasi Afghanistan secara keseluruhan. Menyingkirkan perempuan dari pekerjaan membuat Afghanistan menelan biaya hingga 1 miliar dolar AS, atau 5 persen dari produk domestik bruto, menurut PBB.




Sumber : Kompas TV/Arab News




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x