CALIFORNIA, KOMPAS.TV - Pemilik baru Twitter, Elon Musk membela diri atas keputusannya memecat pegawai Twitter sehingga sekitar 50 persen.
Musk mengaku bahwa ia tak memiliki pilihan lain karena Twitter kehilangan 4 juta dolar AS atau setara Rp62,5 miliar setiap harinya.
Musk yang saat ini merupakan orang terkaya di dunia mengambil alih Twitter dengan dana 44 miliar dolar AS (Rp688 triliun).
Meski melakukan pemotongan pegawai hingga 50 persen, Musk mengatakan komitmen mikroblog itu terhadap moderasi konten sama sekali tak berubah.
Baca Juga: Elon Musk Usul Akun Centang Biru Twitter Bayar Rp120.000 per bulan, Ini Alasannya
Pada cuitannya dikutip dari BBC, Sabtu (5/11/2022), Musk menegaskan mereka yang kehilangan pekerjaan menerima pembayaran tiga bulan gaji.
Menurutnya itu lebih banyak 50 persen dari yang diperintahkan secara legal.
Pada Jumat (4/11), berdasarkan laporan, ribuan staf Twitter di seluruh dunia kehilangan pekerjaannya.
Hal itu menimbulkan pertanyaan tentang masa depan karyawan yang bertanggung jawab untuk menghapus materi berbahaya.
Kelompok dan juru kampanye keamanan online telah menyarankan Musk untuk melonggarkan kebijakan moderasi, dan membalikkan larangan Twitter permanen yang diberikan kepada tokoh-tokoh kontroversia, termasuk mantan Presiden Donald Trump.
Kekhawatiran ini dipicu oleh komentar Musk pada Jumat, yang berusaha menyalakan penurunan besar pendapatan Twitter pada kelompok aktivis yang berusaha menghancurkan kebebasan berbicara di Amerika.
Baca Juga: Elon Musk Dikritik gegara Ngetwit Teori Konspirasi soal Penyerangan terhadap Suami Ketua DPR AS
Namun kepala Keamanan dan Integritas Twitter, Yoel Roth mencuitkan bahwa lebih dari 2.000 moderator konten yang berada di garis depan tak terdampak.
Ia mengatakan pengurangan kekuatan mempengaruhi sekitar 15 persen dari mereka yang bekerja di organisasi kepercayaan dankeamanan di Twitter.
Roth menambahkan memerangi disinformasi masih jadi prioritas teratas pada saat pemilu tengah waktu AS.
Banyak rakyat AS yang akan melakukan pemilu pada Selasa (8/11/2022), sebagai uji kunci bagi kepresidenan Joe Biden.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.