"Kalau seorang raja itu personality-nya lemah, tidak outgoing, tidak ramah, tidak friendly kepada pihak eksternal, nah itu bisa memengaruhi cara dia menavigasi, mengawal monarki konstitusional seperti Inggris ini," ungkapnya.
Ia melihat bahwa publik sangat menghormati Ratu Elizabeth II karena ia mampu mempersatukan kejayaan Inggris masa lalu dan mempertahankan keberlangsungan Inggris sebagai negara Barat yang kuat, yang dihormati sejak zaman pascaperang dingin hingga era digitalisasi dan globalisasi sekarang.
"Inggris tetap disegani oleh negara lawan maupun negara-negara sekutunya," imbuhnya.
Alex menambahkan, Inggris akan tetap dihormati terutama oleh negara-negara Persemakmuran Inggris, yakni negara-negara bekas jajahannya yang masih mengakui Ratu Inggris sebagai kepala negara.
"Saya melihat ratu ini sebagai simbol kebesaran Inggris masa lalu dan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan dengan zaman era digital dan era globalisasi," ujarnya.
"Inggris tetap disegani dari sejarahnya dengan warisan Pax Britanica," lanjut Alex.
Baca Juga: Era Keemasan Ratu Elizabeth II, Pastikan Monarki Selamat dari Era Perubahan yang Cepat
Menurut dia, ratu yang tutup usia di umur 96 tahun itu mampu mempersatukan monarki konstitusional modern dengan tantangan zaman saat ini.
Di sisi lain, Alex menilai Inggris memiliki memori kolektif yang kuat melalui upaya Persemakmuran atau Commonwealth, sehingga meninggalnya Ratu Inggris dirasakan sebagai kehilangan besar, tidak hanya bagi Inggris tapi juga 54 negara Persemakmuran.
"Apakah bisa digantikan? Itu masih jadi pertanyaan dan bagaimana Charles III ini bisa mempertahankan kewibawaan Inggris di dunia internasional dan di mata negara-negara Persemakmuran?" pungkasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.