"Semua syarat itu online bisa didapatkan,“ katanya.
Baca Juga: Wilayah Udara Swiss Kembali Dibuka Seusai Ada Masalah Komputer Lalu Lintas Penerbangan
Namun, ada beberapa warga negara asing yang tetap tidak bisa memiliki senjata api.
"Pecahan Yugoslavia, Sri Lanka, Turki dan Aljazair, tidak bisa mendaftar,“ katanya.
Pecahan Yugoslavia itu antara lain Serbia, Bosnia, Kosovo, Albania dan Kroasia.
"Masyarakat dari negara-negara itu dianggap tidak memiliki tanggung jawab bagus terhadap kepemilikan senjata," katanya.
Jika urusan administratif sudah terpenuhi, tinggal ke toko senjata api.
"Bayar, dapat, deh," kata Rolf.
Tidak hanya satu, tetapi hingga tiga sejata api. Umumnya, tidak banyak yang gagal dalam proses mendapatkan izin kepemilikan senjata api.
Di etalase toko ini, senjata api termurah dibandrol 500 swiss franc, setara Rp7,5 juta.
"Untuk ukuran Swiss, tidak mahal. Orang Swiss daya belinya kuat," kata Rolf.
Umumnya, jual beli senjata api itu untuk kegiatan olahraga dan perburuan. Namun, tetap senjata mematikan, bahkan bisa untuk perang. Rolf kemudian menunjukkan senjata laras panjang tentara Swiss, Sig.
Lalu, apakah Swiss akan lebih baik menghadapi invansi negara asing, misalnya jika perang pecah?
"Melawan helikopter, pelontar roket atau artileri berat lainnya, apa gunanya?“ katanya. Ribuan bunker juga hanya bisa menahan sementara waktu.
"Berapa lama lagi Ukraina akan bertahan?“ tanyanya.
Saat ini, pertahanan Swiss juga rapuh. Amunisi sangat terbatas akibat pandemi dan disusul perang di Ukraina.
Ruag, industri strategis yang dulunya memproduksi amunisi, juga dibeli Barette, industri senjata Italia.
"Kalau nanti perang, kita tergantung dengan Italia. Bukan hal bagus," katanya.
(Krisna Diantha - Swiss)
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.