Meskipun hukuman maksimal bisa mencapai hingga 15 tahun penjara, menurut Chikov, kliennya tampaknya akan didenda sebesar 30 ribu – 60 ribu rubel, atau setara Rp3,8 juta – Rp7,7 juta.
Aksi protes Ovsyannikova terjadi dalam program pemberitaan utama Channel 1 pada Senin (14/3) malam.
Dalam aksinya, ia sempat berkata, “Tidak untuk perang! Hentikan perang!” sebelum kemudian direktur program mengalihkan layar dengan narasi pemberitaan yang telah direkam sebelumnya.
Sebelum insiden itu, Ovsyannikova sempat merekam video. Dalam video itu, ia menyebut apa yang terjadi di Ukraina sebagai ‘kejahatan’ dan menyatakan malu bekerja pada apa yang disebutnya sebagai propaganda Kremlin.
“Saya malu karena saya membiarkan diri saya mengatakan kebohongan dari layar televisi. Saya malu karena membiarkan rakyat Rusia berubah jadi zombie,” ujarnya.
“Kami hanya berdiam diri menyaksikan rezim tak manusiawi ini.”
Ovsyannikova, yang mengatakan bahwa ayahnya adalah seorang warga Ukraina, menyerukan pada rakyat Rusia agar memprotes perang. Hanya mereka, rakyat Rusia, sebutnya, yang bisa “menghentikan kegilaan ini”.
“Jangan takut pada apa pun, mereka tak bisa menahan kita semua,” ujarnya.
Baca Juga: China Tegaskan Tidak Memihak Konflik Ukraina, Ajak AS Renungkan Peran Mereka di Sana selama Ini
Sejak identitas Ovsyannikova terkuak, ia telah menerima puluhan komentar di laman Facebooknya dalam berbagai bahasa, yakni Ukraina, Rusia dan Inggris. Semua memuji dan berterima kasih atas aksinya itu.
Presiden Ukraina Zelensky juga memujinya karena telah ‘mengungkap kebenaran’.
Namun, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyebut aksinya sebagai aksi hooliganisme.
Televisi pemberitaan Rusia telah lama berada di bawah kendali Kremlin, hingga sudut pandang independen sangat jarang ada di seluruh jaringan televisi utama.
Media yang dikendalikan Rusia menyebut perang sebagai ‘operasi militer khusus’ dan menggambarkan Ukraina sebagai agresor, dan pemerintahan terpilih di sana sebagai neo-Nazi.
Beberapa media independen di Rusia yang tersisa telah berhenti menyiarkan atau memublikasikan setelah otoritas terus menekan, termasuk stasiun radio Echo of Moscow dan saluran televisi online TV Rain.
Media lainnya, seperti harian Novaya Gazeta, terus berupaya melaporkan situasi itu tanpa melanggar undang-undang sensor yang baru.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.