LOD, KOMPAS.TV – Pandemi telah mengubah wajah dunia penerbangan komersial. Ketika pariwisata dunia berjuang untuk bangkit setelah pembatasan Covid-19 selama dua tahun, perusahaan kedirgantaraan milik Israel banting setir memanen pertumbuhan e-commerce.
Caranya yakni dengan mengubah pesawat-pesawat penumpang yang dikandangkan menjadi jet-jet pengangkut kargo milik raksasa kargo dunia macam Amazon dan DHL.
Untuk beradaptasi, Israel Aerospace Industries (IAI) mempercepat dan memperluas lini perakitannya. Promosi penjualannya: dengan harga 35 juta dolar atau sekitar Rp502 miliar per satu rakitan pesawat, harganya terbilang murah ketimbang membeli pesawat kargo baru yang harganya 4 sampai 5 kali dari harga itu.
Kini, IAI mengubah dan merakit sekitar 25 pesawat dalam setahun. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 18 unit per tahun sebelum pandemi Covid-19.
Baca Juga: Israel Angkat Hakim Agung Permanen Pertama yang Beragama Islam, Otoritas Kehakiman Tertinggi di Sana
IAI kini menjadi pemain unggul di pasar perakitan pesawat, bersaing dengan perusahaan serupa macam Boeing. Pesanan perakitan pesawat terus bertambah, dan sejumlah petinggi IAI menyebut, pesanan perakitan sudah mengantri hingga 4 tahun ke depan.
“Ini tentang hubungan antara penumpang dan kargo dan pandemi,” ujar Shmuel Kuzi, pemimpin divisi penerbangan IAI, dilansir dari Associated Press, Rabu (23/2/2022).
“IAI sekarang mengubah Boeing 737 dan tipe pesawat yang lebih besar, 767,” imbuhnya.
Tahun depan, IAI berharap mengubah tipe pesawat yang lebih besar lagi, yakni 777. “Ini transformasi pesawat (besar) pertama di dunia,” kata Kuzi.
Baca Juga: Menhub Tinjau Calon Bandara IKN, Didesain Bisa Tampung Boeing 777
Ia menambahkan, sebuah pabrik perakitan baru akan dibangun di Abu Dhabi sebagai bagian dari hasil ‘Kesepakatan Abraham’, kesepakatan antara Israel dan Uni Emirat Arab. Kesepakatan itu sendiri dimediasi oleh Amerika Serikat (AS). Ini, tekan Kuzi, jadi tanda adanya permintaan akan konversi jet jumbo.
Namun, kata para analis, ledakan pertumbuhan pembelian online akan berkurang saat pandemi mereda, inflasi meningkat dan orang-orang mengurangi waktu di depan laptop. Dan ongkos pengiriman barang, diperburuk oleh kusutnya rantai pasokan, akan jadi tantangan bahkan bagi bisnis terbesar sekalipun. Amazon misalnya, sempat menaikkan biaya keanggotaan utamanya pada 18 Februari dari 119 dolar menjadi 139 dolar.
Pada awal pandemi, e-commerce melonjak, didorong oleh pembatasan yang memaksa orang-orang tinggal di dalam rumah. Alih-alih bepergian, orang-orang pun berniaga secara online, mengharap layanan pengantaran kilat hingga ke depan pintu rumah.
Ini jadi sebagian besar alasan mengapa pesawat kargo tetap bertahan selama pandemi.
Sebelum krisis, 50% kargo udara dunia ada di dalam pesawat penumpang. Namun saat pandemi dimulai, sekitar 80% pesawat penumpang berhenti mengudara. Harga pengiriman barang via laut pun, meroket.
Angkutan udara butuh solusi, dan pesawat-pesawat penumpang yang dikandangkan jadi jawaban.
Baca Juga: Boeing Rugi Rp52 T karena Pengiriman 787 Dreamliner Terlambat
Eytan Buchman, petugas marketing Freightos, platform pemesanan yang berbasis di Yerusalem, mengatakan, salah satu cara paling mudah dan efektif meningkatkan kapasitas adalah dengan mengubah pesawat penumpang jadi pesawat pengangkut kargo.
Sementara, orang-orang dan bisnis diharapkan tetap melakukan belanja online.
“Orang-orang masih terjebak dalam pola pikir, “Saya ingin membeli lebih banyak barang”,” kata Buchman.
Apalagi untuk saat ini, bahkan saat perjalanan udara kembali melambung, jumlah penumpang yang terbang pun masih tetap jauh di bawah tingkat sebelum pandemi.
“Pandemi membuat e-commerce sangat, sangat populer,” ujar Kuzi. “Jadi dalam hal ini, ini adalah berkah bagi kami.”
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.