BEIJING, KOMPAS.TV - Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022 menjadi pagelaran yang cukup kontroversial dengan boikot diplomatik yang dilakukan sejumlah negara.
Boikot diplomatik dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) dan sejumlah sekutunya seperti Inggris, Australia, dan Kanada.
Boikot diplomatik itu dilakukan karena tuduhan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan China terhadap warga Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang,
Boikot diplomatik ini membuat pejabat-pejabat tinggi negara yang melakukan boikot tak akan datang ke perhelatan akbar tersebut.
Baca Juga: Kim Jong-Un Beri Dukungan ke China, Sebut Olimpiade Musim Dingin sebagai Kemenangan Besar
Meski begitu, atlet dari negara-negara itu akan tetap bertanding di Olimpiade Musim Dingin.
Bagi AS sendiri ini bukan pertama kalinya mereka melakukan boikot di ajang Olimpiade.
Pada 1980, AS memboikot Olimpiade di Moskow sebagai protes atas invasi Rusia ke Afghanistan.
Pada 2014, AS memboikot Olimpiade Musim Dingin di Sochi, Rusia, sebagai protes atas kebijakan diskriminasi Rusia terhadap LGBTQ.
Meski begitu, sejumlah petinggi negara tetap menegaskan bakal hadir di pembukaan Olimpiade Musim Dingin.
Seperti dikutip Associated Press, Presiden Rusia Vladimir Putin dipastikan bakal hadir mengingat hubungan mesranya dengan Presiden China Xi Jinping saat ini.
Apalagi, mereka sama-sama menghadapi kritikan dan tekanan dari Barat.
Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi dan Presiden Serbia Aleksandar Vucic juga dipastikan hadir.
Baca Juga: Jelang Pembukaan Olimpiade Musim Dingin, Tim Jerman Dilanda Kasus COVID-19
Keduanya juga tengah menghadapi friksi denngan Barat, apalagi Vucic sempat menyebut Xi Jinping sebagai saudaranya, setelah China menyuplai Serbia dengan respirator dan vaksin.
Pemimpin Arab Saudi Qatar dan Uni Emirat Arab juga diperkirakan akan datang, mengingat China merupakan pembeli minyak terbesar Saudi.
China juga pelanggan utama Qatar untuk gas alam.
Pemimpin lima negara Asia Tengah, Kazakhstan, Turkmenistan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan juga dipastikan datang ke China.
Begitu juga dengan Pemimpin Argentina, Presiden Alberto Fernandez, yang tengah berbincang dengan China yang berencana membantu negara Amerika Selatan itu membangun pembangkit listrik tenaga nuklir.
Baca Juga: Pengakuan Hacker yang Lakukan Serangan Siber ke Korea Utara, Ternyata Aksi Balas Dendam
Sementara itu, Presiden Ekuador Guillermo Lasso juga diperkirakan hadir mengingat ia tengah berusaha melakukan renegosiasi terkait utang negaranya dengan China sebesar 4,6 miliar dolar AS (Rp10,3 triliun).
Sedangkan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebereyesus juga menegaskan bakal hadir.
Namun, keluarga kerajaan Norwegia dan Swedia, serta pemimpin negara Jerman, Austria, dan Swiss, diperkirakan tak akan hadir karena pandemi Covid-19.
Begitu juga Denmark, Belanda, dan Selandia Baru, meski mereka juga mengungkapkan kekhawatiran situasi hak asasi manusia di China.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.