WHO menambahkan, "Menurut analisis genom virus yang berbeda, diyakini varian itu mungkin berasal dari kelelawar dan kemudian ditularkan ke unta di masa lalu."
WHO mengatakan 35 persen pasien yang terinfeksi Mers-Covid meninggal dunia, meskipun persentase tersebut mungkin terlalu tinggi karena kasus-kasus ringan bisa saja terlewatkan oleh sistem pengawasan yang ada.
Virus ini bersifat zoonosis, artinya ditularkan antara hewan dan manusia dan dapat ditularkan melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan.
"Mers-CoV telah diidentifikasi pada dromedari di beberapa negara di Timur Tengah, Afrika dan Asia Selatan," kata Organisasi Kesehatan Dunia.
Virus corona khusus ini tampaknya tidak dapat dinetralisir antibodi manusia yang dilatih untuk menargetkan SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.
Baca Juga: Belajar dari Omicron, Ketidakmerataan Vaksin Picu Berkembangnya Varian Baru, Afrika Menderita
Studi tersebut menunjukkan ada potensi ancaman NeoCoV bisa menginfeksi manusia, tetapi belum ada bukti sejauh ini atau tidak ada indikasi seberapa menular atau seberapa fatal.
Tes laboratorium juga menunjukkan kemampuan buruk NeoCoV untuk menginfeksi sel manusia.
“Sebelum kita semua cemas, kita perlu melihat lebih banyak data yang mengonfirmasi infeksi pada manusia dan tingkat keparahan yang dihasilkan,” kata Profesor Lawrence Young, seorang ahli virus di Universitas Warwick, mengatakan kepada The Independent.
"[Studi] pra-cetak menunjukkan infeksi sel manusia dengan NeoCoV sangat tidak efisien," kata Lawrence Young, seraya menekankan, "Apa yang bisa kita soroti, bagaimanapun, adalah perlunya kewaspadaan tentang penyebaran infeksi virus corona dari hewan (terutama kelelawar) ke manusia."
"Ini adalah pelajaran penting yang perlu kita pelajari, yang membutuhkan integrasi yang lebih baik dari penelitian penyakit menular pada manusia dan hewan."
Sumber : The Independent
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.