WASHINGTON, KOMPAS.TV - Penembakan massal di SMA Oxford, Michigan pada 30 November lalu membuat protes anti-senjata api di Amerika Serikat (AS) kembali meluas. Pemerintahan Joe Biden didesak lebih ketat meregulasi kepemilikan senjata api.
Pada Jumat (10/12/2021), para aktivis berdemonstrasi di depan Gedung Putih untuk meminta pertemuan dengan Presiden Biden. Salah duanya adalah Patricia dan Manuel Oliver.
Pasangan suami-istri tersebut vokal menentang kebebasan pemilikan senjata api sejak 2018 lalu.
“Kita harus meningkatkan urgensi dan mengirim pesan bahwa kita benar-benar perlu melakukan sesuatu yang berbeda dan tidak berpikir kalau penembakan-penembakan ini adalah sesuatu yang lumrah,” kata Manuel kepada Al Jazeera.
Manuel dan Patricia sendiri kehilangan putra mereka, Joaquin, dalam penembakan sekolah. Joaquin adalah satu dari 17 korban tewas dalam penembakan di SMA Marjory Stoneman Douglas, Parkland, Florida pada 2018 lalu.
Waktu itu, seorang alumni sekolah berusia 19 tahun memberondong siswa dan staf selama enam menit. Pelaku memakai senapan semi-otomatis AR-15 yang dibeli secara legal.
“Saya mati rasa. Saya kaget. Saya tidak bisa bicara. Saya tidak bisa melihat,” kata Patricia mengenai perasaannya atas kematian sang anak.
Baca Juga: DPRD Minta Kapolres Maluku Tengah Tanggung Jawab Atas Penembakan 18 Warga, Terindikasi Melanggar HAM
Kematian Joaquin pun membuatnya aktif mendesak regulasi senjata api yang lebih ketat.
“Saya di sini karena Joaquin menguatkan saya tetap melakukannya,” imbuhnya.
Sumber : Al Jazeera
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.