Jika perang berhenti sekarang, kata UNDP, akan ada “harapan untuk masa depan yang lebih cerah di Yaman” yang dikatakan dapat mencapai status berpenghasilan menengah pada tahun 2050.
Tetapi UNDP menilai, untuk saat ini, "situasi terus bergerak makin parah".
Pertempuran yang makin sengit, termasuk pertempuran tank dan pemboman reguler oleh jet tempur dan pesawat tak berawak, menghancurkan bahkan infrastruktur paling dasar di beberapa daerah.
Dalam beberapa pekan terakhir, pertempuran makin sengit di beberapa front, sebagian besar di dekat kota strategis Marib, benteng besar terakhir pemerintah yang diakui secara internasional di utara Yaman yang kaya minyak.
Ribuan pemberontak dan pejuang pro-pemerintah tewas dalam pertempuran mempertahankan kota tersebut.
Badan Pengungsi PBB, dalam komentar terpisah hari Selasa (23/11/2021) mengatakan "sangat prihatin dengan keselamatan dan keamanan warga sipil di provinsi Marib Yaman, termasuk lebih dari satu juta orang yang diperkirakan mengungsi".
Sekitar 40.000 orang terpaksa mengungsi dari Marib sejak September, kata juru bicara UNHCR Shabia Mantoo di Jenewa.
"Kondisi kesehatan seperti diare berair akut, malaria dan ISPA lazim terjadi di antara para pengungsi baru," katanya.
Kelompok Houthis bulan ini juga merebut wilayah yang luas di selatan Hodeida, sebuah pelabuhan Laut Merah di mana pihak-pihak yang bertikai menyetujui gencatan senjata pada 2018, setelah pasukan loyalis mundur.
Administrator UNDP Achim Steiner mengatakan "jutaan orang Yaman terus menderita akibat konflik, terjebak dalam kemiskinan, dengan sedikit kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan dan mata pencaharian".
Lebih dari 80 persen populasi atau sekitar 30 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, kata laporan itu, sementara "ekonomi hampir runtuh".
"Yaman adalah bencana kemanusiaan dan bencana pembangunan terburuk dan terbesar di dunia, dan situasi terus memburuk," ujar Steiner.
Sumber : France24
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.